Puisi Esai Denny JA: Melawan Ombak atau Mati?
- Penulis : Krista Riyanto
- Senin, 24 Februari 2025 11:30 WIB

Di malam ketiga, bulan hanya luka putih di langit kelam.
Air yang tersisa sekarat dalam botol, membisik janji yang hampa.
Mai menangis kehausan, tapi tak ada yang tersisa, kecuali desah napas yang berat.
Di hari keenam, badai datang seperti pengadilan langit.
Gelombang setinggi rumah menerjang, perahu terombang-ambing dalam doa yang patah.
Tangan bayi kecil terlepas dari dekapan ibunya.
Suara jeritan berbaur dengan gelegar guntur,
Hingga semuanya tenggelam dalam kepasrahan yang dingin.
Nguyen memeluk Mai, tubuhnya rapuh, jiwanya retak.
"Ayah, kita akan mati?" bisik gadis kecil itu.
Nguyen tak menjawab. Ia hanya merapatkan pelukan.
Seakan jika ia cukup kuat, lautan akan berbelas kasih.
-000-
Hari kesepuluh, kapal itu bukan lagi kapal.
Hanya serpihan kayu yang pasrah diombang-ambing cakrawala.
Linh terlalu lemah untuk bangun, hanya senyumnya yang masih tersisa.
Di kejauhan, sebuah kapal besar melintas.
Nguyen melambai, berteriak, tapi suara tak lebih dari angin.
Kapal itu terus bergerak, tanpa henti, tanpa menoleh.