Puisi Esai Denny JA: Dua Matahari di Ufuk yang Berbeda, Tjokroaminoto dan Semaun
- Kamis, 23 Januari 2025 17:42 WIB
“Guru,” bisiknya, dengan suara yang bergetar,
“kita harus berubah,
saatnya Sarekat Islam menyusuri jalan revolusi,
meski kekerasan menjadi jalan.”
Tjokro terpana.
Ia pohon tua yang menahan badai,
merenung, tersentak,
dalam diam yang panjang.
Di matanya, terlihat bayangan masa lalu,
dan masa depan yang tak pasti.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Sebagai Imigran, Ia Masih Luka
Malam itu,
Semaun menatap mata Sang Guru,
bukan sebagai murid yang dulu,
tapi sebagai api yang kini membakar liar.
“Guru,” ujarnya, dengan nada yang tegas,
“dunia menuntut kita berlari,
mengejar matahari yang sama,
tapi dengan cara beda.”
-000-
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Anak Palestina Itu Menulis Surat untuk Ibunya yang Hilang
Berulang kali, Semaun gagal meyakinkan Guru,
agar jalan mereka berubah,
tapi tetap satu.
Akhirnya, Semaun membuka pintu,
melangkah keluar, ke dalam malam yang sunyi.
“Selamat tinggal, Guru,” bisiknya dalam hati.
Ia anak yang meninggalkan rumah,
mengejar mimpi di cakrawala yang lebih luas.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Dan Lahirlah Budi Utomo
Tjokro adalah pendopo tempat ia tumbuh,
belajar tentang kehidupan dan arti merdeka.