Puisi Esai Denny JA: Dua Matahari di Ufuk yang Berbeda, Tjokroaminoto dan Semaun
- Kamis, 23 Januari 2025 17:42 WIB
Puisi esai seri "Mereka Yang Mulai Teriak Merdeka" (5)
ORBITINDONESIA.COM - Surabaya, 1934. Malam berbisik pilu. Di pendopo tua, dua pikiran beradu. Guru dan murid,
bersimpang jalan, tak lagi satu.1
-000-
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Sebagai Imigran, Ia Masih Luka
“Di pabrik gula, suara mesin lebih lantang dari doa.
Di kebun, peluh bercampur derita.
Di tambang, gelap menelan harapan.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Anak Palestina Itu Menulis Surat untuk Ibunya yang Hilang
Enam belas jam per hari, mereka bekerja,
tapi gaji hanya cukup,
untuk membeli kematian yang pelan.
Mereka berontak,
karena itu satu-satunya pilihan.
Gerakan kita terlalu pelan,
terlalu damai.
Kita perlu revolusi,
walau darah tumpah.”
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Dan Lahirlah Budi Utomo
Suara ini terdengar sayup,
dari pendopo.
Angin malam meratap, membawa serpihan luka,