Oleh Gunawan Trihantoro*
ORBITINDONESIA.COM - Menulis puisi esai adalah pengabdian yang lahir dari panggilan cinta. Ia tidak sekadar karya sastra, melainkan ungkapan jiwa yang berusaha memahami hidup dan manusia.
Sebagaimana saya, sebagai seorang penulis, terlibat dalam puisi esai yang digagas oleh Denny JA adalah karena panggilan cinta. Genre ini memadukan estetika puisi dengan kedalaman esai, menciptakan ruang refleksi yang unik.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Salman Berjumpa Tunawisma di London
Terlibat dalam puisi esai mengajarkan saya bahwa menulis adalah tugas untuk mencintai. Mencintai kehidupan, kebenaran, dan keindahan dalam setiap kisah yang diangkat.
Puisi esai menggali dimensi terdalam dari kemanusiaan. Ia berbicara tentang kegembiraan, luka, perjuangan, dan keadilan yang sering luput dari perhatian.
Dalam setiap bait, saya menemukan makna cinta yang luas. Bukan hanya cinta romantis, tetapi juga kasih kepada sesama, lingkungan, dan nilai-nilai luhur.
Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Sebagai Imigran, Ia Masih Luka
Bagi saya, menulis puisi esai adalah perjalanan spiritual. Ia adalah upaya memahami dunia, menyuarakan yang tak terdengar, dan menyentuh hati pembaca.
Denny JA, melalui gagasan puisi esainya, membuka jalan bagi banyak penulis untuk menyuarakan kisah-kisah cinta. Cinta yang menggugah, membangun, dan melampaui batas ruang dan waktu.
Mencintai puisi esai berarti menerima tantangan untuk menggali lebih dalam. Ia menuntut kesabaran, kepekaan, dan keberanian dalam menyuarakan sesuatu yang bermakna.
Baca Juga: Puisi Esai Isbedy Stiawan ZS: Perempuan di Seberang Istana Batubara
Saya percaya, panggilan cinta kepada puisi esai adalah wujud kepedulian terhadap literasi. Dengan karya ini, kita mengabadikan cerita yang dapat menjadi cermin bagi generasi mendatang.