DECEMBER 9, 2022
Kolom

Kembalinya Buku Cetak ke Sekolah-sekolah Swedia

image
Suasana sekolah di Swedia (Foto: Arab News)

ORBITINDONESIA.COM - Pada 2009, Swedia memilih untuk mengganti buku dengan komputer. Lima belas (15) tahun kemudian, negara ini mengalokasikan 104 juta euro untuk membalikkan arah kebijakan tersebut.

Swedia menginvestasikan €104 juta untuk mengembalikan buku teks cetak, yang menyoroti meningkatnya kekhawatiran atas dampak pembelajaran digital terhadap fokus dan keterampilan siswa. Temukan bagaimana langkah berani ini dapat mengubah pendidikan di mana pun.

Di dunia yang tampaknya didominasi teknologi, sistem pendidikan Swedia mulai menghentikan pendekatan serba digitalnya. Mereka kembali menggunakan buku teks cetak di ruang kelas, menandai perubahan besar dalam cara mereka berpikir tentang pengajaran dan pembelajaran. Perubahan ini menyoroti kekhawatiran tentang bagaimana perangkat digital dapat memengaruhi pembelajaran dan pertumbuhan siswa.

Baca Juga: Psikolog Gisella Tani Pratiwi: Pendidikan yang Komprehensif Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual

Beralih ke Digital: Bagaimana Semuanya Berawal

Pada 2009, Swedia mulai memodernisasi sekolahnya dengan mengganti buku teks lama menjadi komputer dan perangkat digital lainnya. Idenya adalah untuk mempersiapkan siswa menghadapi dunia yang digerakkan oleh teknologi.

Pemerintah Swedia memperkirakan bahwa penggunaan komputer dan tablet akan membuat pembelajaran lebih menyenangkan dan mudah diakses. Secara bertahap, buku teks kertas menghilang karena versi digital tampak lebih murah dan lebih mudah beradaptasi untuk masa depan.

Baca Juga: Dinas Pendidikan DKI Jakarta Pastikan Pencairan KJP Plus dan KJMU Tahap II 2024 Tepat Sasaran

Tujuannya sangat jelas: membekali siswa dengan keterampilan yang mereka butuhkan di era teknologi tinggi. Namun seiring berjalannya waktu, menjadi jelas bahwa perubahan ini bukannya tanpa kendala.

Apa yang Salah? Masalah Mulai Menumpuk

Kita maju cepat ke lima belas tahun kemudian, dan Swedia pun mulai berpikir ulang karena munculnya beberapa masalah besar. Penelitian menunjukkan bahwa membaca di layar (terutama yang memiliki cahaya terang) dapat menyebabkan ketegangan mata serta kurangnya fokus dibandingkan dengan buku cetak. Ditambah lagi, memahami apa yang Anda baca dan mengingatnya akan lebih sulit pada saat Anda menatap layar.

Baca Juga: Presiden Prabowo Temui Grand Syekh Al Azhar, Pererat Hubungan Keagamaan dan Kerja Sama Pendidikan

Salah satu keluhan terbesar adalah betapa perangkat digital dapat mengganggu. Banyak siswa yang teralihkan oleh permainan atau menjelajahi web selama kelas alih-alih fokus belajar.

Obsesi terhadap layar ini juga menimbulkan tanda-tanda tentang keterampilan sosial dan rentang perhatian di lingkungan sekolah. Orang tua dan guru cukup vokal mengenai masalah ini; banyak orang tua khawatir tentang anak-anak mereka yang menggunakan komputer untuk hal-hal selain belajar.

Uang Berbicara: Berinvestasi dalam Metode Lama

Baca Juga: Kreator Era AI Akan Diskusikan AI untuk Pemberdayaan Masyarakat, Pendidikan, dan Lansia pada Kamis Malam

Untuk mengatasi masalah ini, Swedia menganggarkan 104 juta euro untuk mengembalikan buku-buku ke ruang kelas dari tahun 2022 hingga 2025. Jumlah yang cukup besar guna memastikan setiap siswa mendapatkan buku teks untuk setiap mata pelajaran. Dana tersebut juga akan digunakan untuk kampanye yang membantu sekolah-sekolah agar kembali ke cara belajar tradisional.

Ini bukan tentang meninggalkan alat digital sama sekali, melainkan menemukan titik temu di mana teknologi mendukung teknik pembelajaran dasar dan bukan malah mengambil alih sepenuhnya.

Memikirkan Kembali Rencana Permainan: Pelajaran Pembelajaran

Baca Juga: Dinas Pendidikan Kota Makassar Alokasikan 10 Ribu Porsi Makan Bergizi Gratis

Para pejabat Swedia telah melihat adanya penurunan kemampuan utama yaitu membaca dan menulis di kalangan siswa--terutama dikarenakan mereka telah terpaku pada layar sejak kecil. Sekarang pemerintah Swedia melihat hal ini sebagai suatu kesalahan--yaitu mengabaikan metode tradisional terlalu cepat tanpa memikirkan konsekuensi jangka panjangnya.

Membawa kembali buku bukan berarti mereka membuang teknologi ke luar dari jendela; ini tak lain berarti bahwa mulai saat ini mereka akan menggunakan alat digital dengan lebih bijak. Alat-alat ini masih bagus untuk memadukan gaya mengajar atau mendapatkan sumber daya online, namun akan digunakan dengan cara yang lebih moderat di masa mendatang.

Pilihan Swedia tersebut menyoroti betapa pentingnya menemukan keseimbangan dalam pendidikan--ini merupakan suatu hal yang relevan di seluruh dunia karena sekolah-sekolah di mana pun mencoba memadukan teknologi dengan fondasi pendidikan yang kuat.

Baca Juga: Kementerian Pendidikan: 12.329 Siswa Palestina Terbunuh Sejak Awal agresi Israel di Gaza dan Tepi Barat

Ketika negara Nordik ini kembali ke metode tradisional, hal ini menjadi tanda peringatan sekaligus contoh bagi negara lain yang tengah mencari keselarasan antara inovasi dan tradisi dalam sistem pendidikan di seluruh dunia.

Notes:

Ditulis oleh Mathias Curl, seorang pemimpin redaksi yang berpengalaman, memimpin investigasi mendalam terhadap isu-isu politik dan ekonomi. Terkenal karena ketelitian analisisnya, ia mengelola tim editorial yang berkinerja tinggi. Motonya: menyampaikan analisis tajam dan relevan yang berfokus pada hal-hal yang benar-benar penting.***

Halaman:

Berita Terkait