Tak Peduli Nasib Palestina, Pemerintahan Biden Usulkan Penjualan Senjata Rp129,6 Triliun ke Israel
- Penulis : M. Ulil Albab
- Minggu, 05 Januari 2025 07:39 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Departemen Luar Negeri AS "secara tidak resmi" memberi tahu Kongres tentang usulan kesepakatan penjualan senjata dengan Israel senilai 8 miliar dolar AS termasuk amunisi untuk jet tempur, helikopter serbu, dan peluru artileri, demikian suatu laporan pada Jumat, 3 Januari 2025.
Kabar usul penjualan senjata 8 miliar dolar AS, atau setara dengan Rp129,6 triliun, itu terungkap di tengah genosida yang terjadi kepada masyarakat Palestina.
Departemen Luar Negeri menyampaikan kesepakatan penjualan senjata tersebut sebagai langkah untuk "mendukung keamanan jangka panjang Israel dengan memasok kembali persediaan amunisi penting dan kemampuan pertahanan udara," lapor Axios yang mengutip sumber yang mengetahui perihal tersebut.
Baca Juga: Gaza Utara Digempur Pengeboman Besar-besaran Brutal oleh Tentara Israel
"Presiden telah mengatakan secara jelas bahwa Israel memiliki hak untuk membela warganya, sesuai dengan hukum internasional dan hukum humaniter internasional," kata seorang pejabat AS dikutip laporan tersebut.
"...dan untuk mencegah agresi dari Iran dan organisasi proksinya. Kami akan terus menyediakan kemampuan yang diperlukan untuk pertahanan Israel," tambah laporan tersebut.
Hal itu terjadi saat Presiden Joe Biden mendekati hari-hari terakhir masa jabatannya sebelum pelantikan Donald Trump pada 20 Januari.
Baca Juga: Israel Bakar Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza Utara, Direktur Hussam Abu Safiya Ditangkap
Penjualan senjata yang diusulkan, yang masih menunggu persetujuan kongres, mencakup rudal udara-ke-udara AIM-120C-8 AMRAAM untuk jet tempur, peluru artileri 155mm, bom berdiameter kecil, hulu ledak seberat 500 pon, sekring bom, dan peralatan terkait lainnya, tambah laporan itu.
Penjualan tersebut dilaporkan akan melibatkan pengiriman amunisi dari persediaan AS saat ini, sementara sebagian besar lainnya akan membutuhkan waktu satu tahun atau lebih untuk diproduksi dan dikirim.
Departemen Luar Negeri tidak segera menanggapi permintaan komentar Anadolu.
Baca Juga: Palestina Kecam Israel Atas Pemindahan Paksa Pasien ke RS Indonesia yang Rusak di Gaza
AS menghadapi kritik karena memberikan bantuan militer kepada Israel setelah lebih dari 45.650 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas dengan mengenaskan di Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober 2023.
Sementara sekitar 1.200 orang diklaim tewas dalam serangan lintas perbatasan yang dipimpin Hamas saat itu.
Beberapa kelompok hak asasi manusia, mantan pejabat Departemen Luar Negeri, dan anggota parlemen Demokrat telah mendesak pemerintahan Biden untuk menghentikan pengiriman senjata ke Israel, dengan pertimbangan pelanggaran hukum AS, termasuk Undang-Undang Leahy, serta hukum internasional dan hak asasi manusia. Israel membantah tuduhan itu.
Baca Juga: UNRWA: Bayi dan Anak-anak Gaza Bisa Meninggal Karena Kedinginan, Akibat Tiada Tempat Tinggal Memadai
Undang-Undang Leahy, yang dinamai menurut mantan Senator Patrick Leahy, mewajibkan AS untuk menahan bantuan militer dari unit militer atau penegakan hukum asing jika ada bukti kuat pelanggaran hak asasi manusia.
Kendati Biden sempat menghentikan pengiriman 1.800 bom seberat 2 ribu pon (907 kilogram) dan 1.700 bom seberat 500 pon (227 kilogram) ke Israel pada Mei karena serangannya di kota Rafah di Gaza selatan dengan alasan korban sipil di daerah kantong itu sebagai akibat dari bom tersebut, dia melanjutkan pengiriman senjata.
Pada Juli, dia memutuskan untuk melanjutkan pengiriman bom seberat 500 pon (227 kilogram) ke Israel setelah jeda selama dua bulan.
Baca Juga: Apa yang Tersisa di Jalur Gaza, Palestina pada Awal Tahun 2025?
Namun, aliran peralatan militer lainnya ke Israel terus berlanjut, termasuk jet tempur senilai 20 miliar US dolar (Rp324 triliun) dan perlengkapan militer lainnya yang disetujui oleh Departemen Luar Negeri pada Agustus.
AS yang memberikan bantuan keamanan tahunan senilai 3,8 miliar US dolar (Rp61,5 triliun) kepada Israel sejauh ini merupakan pemasok senjata terbesar bagi Tel Aviv, dengan lebih dari 70 persen impor senjata Israel berasal dari AS, menurut Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm.
Senjata buatan AS telah didokumentasikan dalam beberapa serangan Israel di Gaza yang mengakibatkan korban sipil, meskipun otoritas Amerika menolak untuk mengonfirmasi fakta tersebut.
Baca Juga: Hampir 1.100 Bayi Tewas Akibat Serangan Brutal Israel di Gaza Sejak 2023
Sebuah laporan Departemen Luar Negeri pada Mei mengatakan bahwa "wajar untuk menilai" bahwa Israel menggunakan senjata buatan AS dengan cara yang tidak sesuai dengan hukum humaniter internasional. Laporan tersebut tidak mencapai kesimpulan yang pasti, dengan mengatakan bahwa laporan tersebut tidak memiliki "informasi yang lengkap." ***