Universitas Islam Gaza Lanjutkan Perkuliahan dan Bebaskan Uang Kuliah di Tengah Gempuran Brutal Israel
- Penulis : Abriyanto
- Jumat, 27 Desember 2024 02:02 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Universitas Islam Gaza tetap melanjutkan perkuliahan dengan melakukan pengajaran via daring dan membebaskan uang kuliah bagi mahasiswanya di tengah serangan brutal tentara Israel yang meningkat sejak 7 Oktober tahun lalu.
“Walaupun dalam kondisi pengungsian, mereka tetap berusaha belajar secara online bersama dosen, bahkan mereka dibebaskan untuk pembayaran setiap semester,” kata Dekan Fakultas Tafsir & Ulumul Quran Universitas Islam Gaza, Palestina, Prof. Mahmoud Hasyim Anbar, dalam wawancara khusus dengan ANTARA di Jakarta, Kamis, 26 Desember 2024.
Prof Mahmoud Hasyim Anbar dari Universitas Islam Gaza berada di Jakarta sejak 1 November 2024 dan bersama lembaga Aqsa Working Group (AWG) memberikan penjelasan mengenai Palestina kepada masyarakat Indonesia.
Baca Juga: Makin Gelap Mata, Israel Kepung Rumah Sakit Indonesia di Gaza
AWG adalah lembaga yang mewadahi dan mengelola berbagai upaya memperjuangkan pembebasan masjid Al Aqsa dan mendukung kemerdekaan Palestina dari penjajahan zionis Israel.
Dalam wawancara tersebut, Prof Anbar juga menceritakan bahwa Universitas Islam Gaza, institusi pendidikan tinggi pertama yang didirikan di Jalur Gaza, mengambil keputusan tetap melakukan pengajaran kendati via daring karena seluruh peralatan perkuliahan dan gedung perkuliahan sudah hancur total atau hancur sebagian.
Komunikasi antara para mahasiswa baik untuk jenjang pendidikan Strata-1, Strata 2, hingga Strata-3, utamanya dilakukan melalui aplikasi WhatsApp serta media sosial Facebook dan Instagram, sesekali menggunakan platform pertemuan daring Zoom.
Baca Juga: Di Tengah Serbuan Israel ke Gaza dan Yaman, Houthi Ancam Kepentingan AS di Timur Tengah
“Dikarenakan kondisi Gaza saat ini sudah hancur, saya mengajar secara online dan ini adalah keputusan dari pihak kampus untuk belajar secara online baik bagi mahasiswa yang berada di sana termasuk Indonesia,” ucapnya.
Pengajaran via daring tersebut, kata pria yang lahir di Gaza pada 1962 tersebut, sangat berdampak pada penghasilan para dosen. Ia menyampaikan bahwa para dosen yang menyandang gelar profesor, biasanya menerima gaji sebanyak 1.500 dolar per bulan (Rp24,3 juta), kini hanya menerima 200-300 dolar AS (Rp3,2-4,8 juta).
“Sejak 7 Oktober itu, semua perekonomian lumpuh, yang bekerja akan menjadi pengangguran, termasuk petugas rumah sakit, semua pekerjaan lumpuh, sehingga tidak lagi mendapat upah untuk bisa bertahan untuk belanja kebutuhan setiap bulan,” ungkapnya.
Baca Juga: Hamas: Gencatan Senjata dan Pertukaran Tahanan Gaza Mandek Karena Syarat-syarat Baru Israel
Israel melanjutkan perang genosida di Gaza yang telah menewaskan lebih dari 45.300 orang, sebagian besar adalah wanita dan anak-anak, sejak serangan oleh kelompok Palestina Hamas pada 7 Oktober 2023.