Studi Terbaru HCC: 34 Persen Pelajar SMA di Jakarta Punya Indikasi Masalah Kesehatan Mental
- Penulis : Maulana
- Rabu, 18 Desember 2024 02:47 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Studi terbaru oleh HCC dan sejumlah pihak terkait menunjukkan, 34 persen pelajar SMA di Jakarta memiliki indikasi masalah kesehatan mental, dengan 3 dari 10 pelajar sering marah-marah dan cenderung berkelahi akibat gangguan mental emosional.
"Data temuan 34 persen risiko gangguan mental emosional ini merupakan indikasi gangguan kesehatan jiwa remaja di kota besar seperti Jakarta dan dapat dijadikan angka prevalensi, namun yang lebih penting adalah hasil skrining ini menggambarkan indikasi gangguan emosional dan kesehatan mental pelajar SMA di Jakarta," kata Peneliti Utama Health Collaborative Center (HCC), Ray Wagiu Basrowi.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa, 17 Desember 2024, Ray menambahkan terdapat 10 persen pelajar SMA yang merasa rentan dengan kondisi status kesehatan mentalnya. Hal ini didasarkan dari perspektif dan pemaknaan remaja terkait risiko kerentanan diri untuk mengalami masalah gangguan kesehatan mental.
Baca Juga: Contoh Naskah Pidato Hari Pahlawan 10 November Dalam Bahasa Inggris untuk Pelajar SMA, Bisa Diedit
Kondisi ini, katanya, menjadi tanda bahwa kesadaran diri remaja terhadap kesehatan mental sebenarnya masih rendah, meskipun sudah banyak informasi mendalam yang tersedia mengenai kesehatan mental.
Sejumlah temuan penting lainnya, kata dia, para pelajar SMA yang menjadi responden pada penelitian ini juga cenderung lebih memilih teman untuk menjadi tempat konsultasi dan diskusi terkait masalah kesehatan mental mereka, bukan guru di sekolah.
Bahkan, dia menambahkan, hampir 7 dari 10 (67 persen) pelajar SMA terbukti tidak ingin mengunjungi ruang Bimbingan Konseling (BK), terlebih untuk melakukan konseling, padahal guru sadar akan risiko gangguan emosional dan kesehatan jiwanya.
Baca Juga: SMAN 1 Payung Bangka Selatan Luncurkan Tiga Buku Karya Pelajar dan Guru di Hari Ulang Tahun ke-21
"Ini membuktikan bahwa peran teman sebagai rekan konseling sebaya atau peer counselor bisa menjadi salah satu agen mitigasi," katanya.
Dalam keterangan yang sama, Peneliti dari lembaga Fokus Kesehatan Indonesia (FKI) Prof. Nila Moeloek menilai pendekatan peran teman sebaya sebagai teman konseling perlu dilakukan secara hati-hati, karena pelajar usia remaja tetap merupakan individu yang masih perlu bimbingan.
"Sehingga konsultasi antarsesama tetap harus disiasati ruang lingkup sebagai saluran bercerita saja dan bukan untuk dilakukan sebagai upaya mitigasi konseling, karena nantinya akan ada kemungkinan potensi saran yang tidak akurat sebab mereka tetap harus dibimbing, dan ini juga merupakan tugas orang tua, keluarga, serta guru di sekolah,” kata Nila.
Baca Juga: SMAN 1 Payung Jadi Sekolah dengan Pangan Jajanan Anak Usia Sekolah Aman Terbaik di Bangka Belitung
Program Manager Health and Wellbeing Yayasan BUMN Heru Komarudin mengatakan hasil penelitian tersebut dijadikan basis rekomendasi untuk Zona Mendengar Jiwa, sebuah institusi pendidikan, yang harapannya dapat diterapkan oleh pihak sekolah terutama pelaksanaan skrining kesehatan mental, identifikasi masalah dan konseling berbasis sekolah, dan konseling sebaya serta integrasi layanan kesehatan dengan sekolah.