Puisi Denny JA: Mereka Tak Terima Keyakinan yang Diberi Orangtuaku
- Selasa, 03 Desember 2024 07:50 WIB
Mata kepala sekolah dingin seperti batu sungai:
“Aturan adalah aturan,” katanya,
seperti itu jawaban Tuhan.
“Tanpa nilai praktik agama, kau tak naik kelas.”
Maka Anwar tak naik kelas.
Bukan karena bodoh,
tapi karena menolak menjadi orang lain.
Ia pernah menghadap kepala sekolah. “Pak, yang terdaftar itu memang bukan agamaku. Aku penganut kepercayaan. Tak bisa aku dipaksa berdoa dengan cara yang tak aku yakini.”
Baca Juga: Puisi Denny JA Warnai Perayaan Natal Komunitas Lintas Agama di Indonesia
Kepala sekolah: “Hidup di negeri ini ada aturannya, Nak. Hanya ada 6 agama yang diakui. Mau bagaimana lagi?”
Anwar terdiam. Aturan itu lebih penting dari hatinya.
-000-
Baca Juga: Syaefudin Simon: Puisi Denny JA di Makamku
Kota ini telah lama mendesah dalam diam,
menyaksikan anak-anak seperti Anwar
menjadi serpih-serpih yang terpisah dari arus.
Dalam doa yang mereka ucapkan di rumah,
ada langit yang selalu mendengarkan,
namun tidak di ruang kelas yang sempit.
Pulang ke rumah, ayahnya memandangnya,
tak ada kata selain sebuah helaan panjang.
Ibunya, diam-diam, menangis di dapur,
sebab tak tahu apa yang bisa ia lakukan
selain melawan sistem yang bahkan tak ia pahami.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Pesan yang Dibawa Seekor Burung yang Hinggap di Pundakku
Keyakinanku, seperti kertas kusut di lemari, disembunyikan dari cahaya.”