Catatan Denny JA: Dana Abadi untuk Festival Tahunan Puisi Esai
- Penulis : M. Ulil Albab
- Rabu, 20 November 2024 17:05 WIB
“Seni bukan hanya cermin realitas, tetapi juga cahaya yang mengubahnya.”
— Bertolt Brecht
ORBITINDONESIA.COM - Kutipan ini yang saya ingat ketika memutuskan menyiapkan dana abadi untuk sebuah kegiatan seni: Festival Tahunan Puisi Esai.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Renungan Sumpah Pemuda, Warna Nasionalisme di Era Algoritma
Kutipan ini adalah pengingat bahwa seni, sebagaimana puisi esai, memiliki dua wajah: merekam kehidupan sebagaimana adanya dan menggerakkan dunia menuju apa yang seharusnya.
Dalam konteks puisi esai, seni ini menjadi cermin dan obor, merekam ketidakadilan yang terjadi di tengah masyarakat sembari mengilhami kita untuk mencari keadilan.
Tapi seni, terutama sastra, membutuhkan ruang untuk tumbuh, panggung untuk menampilkan, dan dukungan untuk bertahan melawan hegemoni pasar bebas.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menambah Elemen Penghayatan bahkan untuk Hal-hal Kecil
Dunia sastra adalah sebuah paradoks. Di satu sisi, penelitian menunjukkan bahwa membaca sastra meningkatkan empati. Para pembaca sastra cenderung lebih memahami penderitaan orang lain, lebih peka terhadap keragaman identitas, dan lebih peduli terhadap ketidakadilan.
Namun, di sisi lain, komunitas sastra jangka panjang tidak dapat hidup dari hukum pasar saja. Seni membutuhkan subsidi; sastra membutuhkan uluran tangan yang memastikan panggungnya tetap ada.
-000-
Baca Juga: Catatan Denny JA: Menyelamlah, Apapun Agama yang Dianut
Sejarah membuktikan, dana abadi adalah katalis bagi keberlanjutan seni.
Andrew Carnegie, dengan visi mencerdaskan masyarakat, mendirikan ribuan perpustakaan. Hingga kini perpustakaan itu menjadi tempat belajar lintas generasi.
Alfred Nobel, dengan warisan dana abadinya, mendanai penghargaan sastra, di samping penghargaan lain. Ini memberi pengakuan tertinggi bagi para penulis dunia dan para kreator lainnya.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Mengapa Donald Trump Menang? Dan Apa Efeknya Buat Indonesia?
Ruth Lilly, melalui The Poetry Foundation, menyelamatkan puisi dari pinggiran dunia modern, dengan dukungan dana besar dalam sejarah puisi.
Mereka adalah bukti bahwa seni membutuhkan tangan-tangan dermawan yang mengerti bahwa kebudayaan adalah harta abadi umat manusia.
Menghidupkan Kisah Nyata Melalui Puisi Esai
Baca Juga: Catatan Denny JA: Neuroscience, Samudra Spiritualitas Berakar di Saraf Manusia
Di Asia Tenggara, Festival Puisi Esai pertama kali digelar di Malaysia, dengan dukungan dari Pemerintah Sabah. Tak pernah saya duga, pemerintahan di Sabah mengambil inisiatif membiayai festival puisi esai ASEAN.
Di Indonesia, komunitas puisi esai memulai tradisi festival tahunan sejak 2023. Komunitas ini menjadikan Jakarta sebagai pusat perayaan sastra ini.
Apa yang membuat puisi esai perlu terus dihidupkan, disebarkan, dan dirawat? Ini adalah genre yang menyampaikan kisah nyata dalam bentuk puisi.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Lima Prinsip Hidup Bahagia dan Bermakna
Isu hak asasi manusia, ketidakadilan, marginalisasi, dan identitas sosial menjadi inti setiap puisi. Namun, puisi ini tidak berhenti pada metafora; ia mencatat fakta melalui catatan kaki, menghubungkan estetika dengan realitas.
Catatan kaki di puisi esai menjadi elemen vital yang menjadikan puisi ini bukan hanya seni, tetapi juga dokumen sosial.
Festival Puisi Esai Jakarta menjadi lebih dari sekadar panggung seni. Ia adalah ruang yang menjalankan banyak fungsi.
Festival ini mempertemukan penulis puisi esai untuk berjumpa, berbagi pengalaman, dan menginspirasi satu sama lain.
Tali silaturahmi antarpenulis diperkuat, memastikan keberlanjutan genre ini. Setiap festival memotret isu-isu penting yang dihadapi masyarakat, menjadikannya bahan refleksi melalui puisi.
Dari hak perempuan hingga perjuangan identitas minoritas, puisi esai memberi suara pada yang terpinggirkan.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Potret Batin Indonesia, Aceh hingga Papua, dari Kacamata Generasi Z
Festival ini juga menjadi ajang edukasi publik, mengajak masyarakat memahami persoalan sosial melalui seni. Ketika isu-isu serius disampaikan dengan keindahan puisi, masyarakat lebih mudah memahami dan tergerak untuk bertindak.
Dana Abadi untuk 50 Tahun dan Seterusnya
Untuk memastikan keberlanjutan festival ini, Denny JA Foundation menyediakan dana abadi. Dana ini berasal dari saham perusahaan yang saya miliki. Sebagian saham itu kini dimiliki oleh Denny JA Foundation.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika 221 Penulis Bersaksi soal Pemilu dan Demokrasi di Indonesia, Tahun 2024
Ini untuk memastikan agar setiap tahun dari perusahaan itu ada yang mengalir ke Foundation. Dana itu pula yang akan digunakan untuk menopang festival hingga 50 tahun mendatang, dan seterusnya.
Saya mencontoh dari kasus yang besar. Saya mengerjakan hal yang jauh, jauh, jauh lebih kecil, namun mengambil spiritnya.
Andrew Carnegie, salah satu filantropis terbesar dalam sejarah. Ia mendonasikan lebih dari $60 juta untuk mendirikan lebih dari 2.500 perpustakaan umum di seluruh dunia pada awal abad ke-20.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Retreat para Penulis untuk Kemerdekaan
Dana ini tidak hanya membangun perpustakaan, tetapi juga menyediakan endowment untuk memastikan operasional mereka berkelanjutan.
Hingga kini, lebih dari 1.500 perpustakaan Carnegie masih berdiri dan melayani masyarakat, menjadikan visinya abadi.
Faedah dari dana abadi ini dirasakan oleh jutaan orang lintas generasi. Perpustakaan-perpustakaan tersebut memberikan akses ke buku, pendidikan, dan pengetahuan yang sebelumnya hanya dapat dinikmati oleh kalangan terbatas.
Mereka menjadi pusat pembelajaran yang mendukung literasi dan pemberdayaan masyarakat. Dana abadi ini penting karena memberikan stabilitas finansial jangka panjang, memungkinkan perpustakaan untuk bertahan meskipun menghadapi krisis ekonomi atau perubahan kebijakan pemerintah.
Dalam konteks seni dan sastra, seperti Festival Puisi Esai, dana abadi memberikan panggung yang tidak hanya sementara, tetapi juga berkelanjutan. Ia memastikan bahwa warisan budaya dan literasi terus hidup.
Seperti kata Carnegie, “Kekayaan hanya memiliki nilai jika digunakan untuk kebaikan.”
Dana abadi adalah warisan yang melampaui waktu, menjadikan ilmu dan seni tersedia bagi semua, tanpa batas.
-000-
Langkah ini menjadi pengingat bahwa dana abadi adalah jaminan bahwa seni dan budaya tidak terhenti oleh keterbatasan ekonomi.
Ini adalah investasi bagi generasi mendatang, memastikan bahwa panggung sastra terus ada, memberi suara bagi yang tak terdengar.
Budaya adalah identitas bangsa. Tanpa dukungan, seni berisiko tenggelam di tengah arus globalisasi. Kegiatan budaya seperti festival sastra memperkuat jati diri bangsa dan menciptakan warisan yang bertahan lintas generasi.
Kegiatan ini tidak hanya memiliki nilai estetis, tetapi juga berdampak pada sektor ekonomi kreatif.
Festival sastra menciptakan lapangan kerja, meningkatkan pariwisata, dan memperkaya dinamika ekonomi lokal.
“Kita semua akan pergi, tetapi seni adalah cahaya yang tak pernah padam.”
Dana abadi untuk Festival Puisi Esai bukan hanya soal menjaga tradisi, tetapi juga memastikan bahwa kisah-kisah tentang keadilan, keberanian, dan kemanusiaan terus hidup di masa depan.
Seperti obor yang menyala di tengah kegelapan, puisi esai diikhtiarkan menjadi cahaya yang ikut menerangi jalan menuju masyarakat yang lebih peka, adil, dan manusiawi.
Jakarta, 20 November 2024 ***
Referensi
“Endowment Essentials: A Guide for Nonprofit Organizations”, Penulis: Diana S. Newman, Tahun Terbit: 2005, Penerbit: John Wiley & Sons.