DECEMBER 9, 2022
Internasional

Pemerintah Pusat China Dukung Putusan Pengadilan Hong Kong atas 45 Aktivis Prodemokrasi

image
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa, 19 November 2024. (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah Pusat China mendukung putusan pengadilan Hong Kong yang menjatuhkan hukuman penjara kepada 45 aktivis pro-demokrasi atas tuduhan melakukan subversi.

"Hong Kong adalah masyarakat yang menjunjung tinggi hukum. Tidak seorang pun boleh diizinkan menggunakan 'demokrasi' sebagai dalih untuk terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum dan menghindari keadilan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian tentang aturan hukum di Hong Kong, dalam konferensi pers di Beijing pada Selasa, 19 November 2024.

Para aktivis Hong Kong tersebut ditangkap pada 2021 dan didakwa dengan tuduhan konspirasi untuk melakukan subversi berdasarkan Undang-undang Keamanan Nasional yang diberlakukan pada 2020.

Baca Juga: Hong Kong Kini Hadirkan 6 Tempat Wisata Baru, Wajib Masuk List untuk Liburan Keluarga

Undang-undang itu pun muncul seusai merebaknya aksi massa pro-demokrasi besar-besaran yang terjadi pada 2019 di Hong Kong.

"Sejumlah negara Barat, melupakan fakta bahwa mereka sendiri menegakkan keamanan nasional mereka sendiri melalui peradilan yang relevan, telah membuat kritik yang tidak beralasan atas penegakan hukum keamanan nasional yang adil oleh pengadilan Hong Kong," tambah Lin Jian.

Kritik tersebut, ungkap Lin Jian, sangat melanggar dan menginjak-injak semangat supremasi hukum.

Baca Juga: Antam dan Perusahaan Hong Kong Bangun Proyek Baterai EV

"Pemerintah Pusat dengan tegas mendukung Daerah Administratif Khusus Hong Kong dalam menjaga keamanan nasional dan menghukum semua tindakan yang merusak keamanan nasional sesuai dengan hukum," tegas Lin Jian.

Lin Jian menyebut pemerintah pusat dengan tegas menentang campur tangan negara-negara Barat tertentu dalam urusan dalam negeri China.

"Maupun upaya mereka untuk mencoreng dan merusak supremasi hukum Hong Kong dengan menggunakan kasus yang relevan," ungkap Lin Jian.

Baca Juga: Parah, Enam Warga Indonesia yang Terlibat Perampokan Jam Tangan Mewah Ditangkap Polisi Hong Kong

Pengadilan Hong Kong menilai para aktivis bersalah karena menyelenggarakan pemilihan pendahuluan tidak resmi pada 2020 untuk memilih kandidat terbaik sebagai calon anggota legislatif.

Pemungutan suara tersebut diikuti oleh lebih dari 600.000 orang sebagai upaya untuk memenangkan mayoritas elektoral pro-demokrasi di Hong Kong yang merupakan wilayah administrasi khusus dari China.

Jaksa penuntut menyebut aksi tersebut merupakan upaya untuk melumpuhkan pemerintah dengan melakukan tindakan yang berpotensi mengganggu pemerintahan jika mereka terpilih.

Baca Juga: Joe Taslim dan Yayan Ruhian Akan Dipersatukan Dalam Film Laga Hong Kong, The Furious

Para aktivis tersebut termasuk seorang aktivis mahasiswa Joshua Wong, yang ikut dalam aksi sejak usia 15 tahun, karena membantu untuk menggagalkan rencana penerapan pelajaran patriotik wajib di sekolah-sekolah Hong Kong.

Dalam persidangan selama 118 hari tersebut, 31 orang terdakwa mengaku bersalah sementara 14 orang lainnya divonis bersalah meski menyangkal dakwaan.

Negara-negara Barat dan kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) internasional mengatakan hukuman tersebut bermotif politik dan meminta agar para aktivis tersebut dibebaskan karena mereka telah "berpartisipasi secara damai dalam kegiatan politik" yang sah.

Baca Juga: Barito Putera Datangkan Bek Asal Korea Selatan Moon Chi Sung dari Klub Liga Hong Kong Resources Capital FC

Taiwan menyatakan keprihatinan terhadap hukuman tersebut dan menyebut demokrasi bukanlah kejahatan serta mengutuk penggunaan langkah-langkah yudisial maupun prosedur yang tak adil terhadap kebebasan berbicara dan berpolitik di tengah-tengah masyarakat.

"Taiwan adalah provinsi China dan apa yang disampaikan Taiwan bukanlah masalah yang terkait dengan urusan luar negeri," kata Lin Jian saat ditanya tanggapan atas pernyataan Taiwan mengenai putusan pengadilan Hong Kong.***

Berita Terkait