Tantangan dan Peluang Prabowo Mewujudkan Swasembada Energi
- Penulis : Bramantyo
- Rabu, 30 Oktober 2024 02:30 WIB
Plt. Direktur Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Heru Tri Widarto mengatakan bahwa dengan luas perkebunan sawit Indonesia yang telah mencapai 16,8 juta hektare, potensi peningkatan produksi dinilai masih sangat besar melalui optimalisasi lahan yang ada.
Saat ini, rata-rata produktivitas sawit masih berada di angka 3 ton per hektare setara CPO. Namun, angka ini masih bisa ditingkatkan menjadi 5-6 ton per hektare melalui upaya intensifikasi dan peremajaan perkebunan sawit.
Menjaga stabilitas ekspor CPO
Kelapa sawit merupakan sektor paling strategis di Indonesia. Komoditas ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan nilai ekspor, memperbaiki neraca perdagangan, dan turut berkontribusi dalam pengendalian inflasi.
Berdasarkan data BPS, nilai ekspor kelapa sawit pada 2023 mencapai 25,61 miliar dolar AS. Kelapa sawit juga berkontribusi 10,2 persen terhadap total nilai ekspor nasional, melampaui kontribusi sektor minyak dan gas bumi.
Namun, implementasi program B50 memunculkan kekhawatiran di berbagai kalangan akan potensi penurunan ekspor minyak kelapa sawit. Hal ini disebabkan oleh peningkatan signifikan dalam penggunaan minyak kelapa sawit untuk memenuhi kebutuhan domestik.
“Dengan B40 saja--dengan kondisi ekspor kita saat ini--akan turun sekitar 2 juta ton. Kalau kita memaksakan B50, ekspor kita akan turun 6 juta ton,” kata Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono.
Kekhawatiran juga disampaikan ekonom senior Indef Fadhil Hasan yang mengatakan bahwa penurunan ekspor ini berpotensi memicu kenaikan harga CPO di pasar internasional, yang pada akhirnya akan berdampak pada kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri.
Oleh karena itu, keputusan untuk meningkatkan bauran biodiesel menjadi B50 perlu dipertimbangkan secara matang melalui kajian menyeluruh.
Baca Juga: PLN Pulihkan Seluruh Pasokan Listrik di Lampung Usai Alami Gangguan Transmisi Hari Selasa
Kebijakan hingga level B40 dinilai masih dapat diterapkan, tetapi peningkatan lebih lanjut berpotensi menimbulkan disrupsi pada industri minyak nabati global dan berdampak pada pasar domestik Indonesia.