Belajar dari Saakashvili: Bagaimana Prabowo Bisa Melakukan Reformasi Radikal
- Penulis : M. Imron Fauzi
- Selasa, 22 Oktober 2024 06:42 WIB
Oleh Kris Hadiwiardjo*
ORBITINDONESIA.COM - Reformasi radikal sering kali menjadi kebutuhan yang mendesak di negara-negara dengan tingkat korupsi tinggi dan sistem pemerintahan yang sudah lama stagnan. Hal ini menjadi tantangan besar bagi pemimpin mana pun, termasuk Prabowo Subianto, yang dihadapkan pada tugas besar untuk membawa perubahan signifikan di Indonesia.
Salah satu contoh inspiratif reformasi radikal yang berhasil dilakukan dalam sejarah politik modern adalah yang dijalankan oleh Mikheil Saakashvili, Presiden Georgia dari tahun 2004 hingga 2013. Saakashvili melakukan langkah-langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam upaya mengubah negaranya dari sarang korupsi menjadi model transparansi dan efisiensi.
Baca Juga: Prabowo Tunjuk Pratikno Jadi Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan di Kabinet Merah Putih
Prabowo bisa belajar banyak dari cara Saakashvili melakukan transformasi total terhadap institusi-institusi Georgia, termasuk pemecatan massal terhadap aparat polisi dan pembenahan sistem ekonomi yang membawa Georgia ke jalur kemajuan.
Dalam artikel ini, kita akan membahas reformasi yang dilakukan oleh Saakashvili, bagaimana ini relevan untuk Indonesia, dan mengapa Prabowo bisa menerapkan pendekatan serupa untuk menciptakan perubahan yang nyata.
Saakashvili: Pemimpin dengan Langkah Berani
Baca Juga: Rosan Roeslani Dipercaya Prabowo Jadi Menteri Investasi dan Hilirisasi di Kabinet Merah Putih
Ketika Mikheil Saakashvili mengambil alih kekuasaan pada tahun 2004, Georgia berada dalam kekacauan. Korupsi merajalela di hampir setiap level pemerintahan, kepercayaan masyarakat terhadap institusi sangat rendah, dan perekonomian terpuruk. Sebagai pemimpin muda yang ambisius dan berpendidikan Barat, Saakashvili memahami bahwa reformasi setengah-setengah tidak akan cukup untuk membawa Georgia keluar dari krisis.
Langkah pertama yang dilakukan Saakashvili adalah menyadari bahwa korupsi dalam kepolisian adalah masalah terbesar yang menghambat kemajuan negara. Dengan langkah yang mengejutkan banyak pihak, dia memecat 15 ribu petugas polisi yang terlibat dalam korupsi, tanpa ragu-ragu.
Ini bukanlah langkah yang kecil atau simbolis; ini adalah langkah besar yang menunjukkan kepada rakyat Georgia bahwa era baru telah dimulai, dan tidak ada tempat bagi penegak hukum yang korup.
Baca Juga: Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Jadi Hak Prerogatif Presiden Prabowo Subianto
Setelah pemecatan besar-besaran tersebut, Saakashvili segera merekrut polisi baru, yang jauh lebih sedikit jumlahnya, namun memiliki kualitas lebih baik. Dia memberikan mereka pelatihan yang lebih baik, memperkenalkan teknologi yang lebih canggih untuk mendukung penegakan hukum, dan yang paling penting, meningkatkan gaji mereka hingga 20 kali lipat.
Dengan demikian, polisi yang baru tidak lagi bergantung pada suap untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, yang secara signifikan mengurangi tingkat korupsi dalam tubuh kepolisian.
Mengapa Ini Relevan untuk Indonesia?
Baca Juga: Prabowo Tunjuk Fadli Zon Jadi Menteri Kebudayaan Didampingi Wamen Giring Ganesha
Indonesia, seperti Georgia pada awal 2000-an, juga berjuang dengan masalah korupsi yang merusak fondasi negara. Meskipun sudah banyak upaya dilakukan untuk memerangi korupsi, termasuk pembentukan KPK, fakta di lapangan menunjukkan bahwa praktik-praktik koruptif masih ada di berbagai institusi, termasuk kepolisian.
Prabowo, yang dikenal sebagai sosok tegas dan berdisiplin tinggi, dapat meniru langkah Saakashvili dalam memberantas korupsi dengan tindakan yang radikal dan berani. Pemecatan massal terhadap aparat yang terbukti korup, disertai dengan perekrutan baru yang transparan dan profesional, bisa menjadi langkah awal yang signifikan.
Namun, tidak hanya berhenti di situ, seperti yang dilakukan Saakashvili, Prabowo juga harus memastikan bahwa para penegak hukum yang baru mendapatkan insentif yang layak agar mereka tidak tergoda oleh praktik suap. Ini adalah pendekatan jangka panjang yang tidak hanya menekan korupsi, tetapi juga memperbaiki reputasi institusi-institusi penegak hukum di mata masyarakat.
Reformasi Bisnis dan Birokrasi: Memotong Jalur Korupsi
Selain dari reformasi di sektor kepolisian, Saakashvili juga melakukan perubahan besar di sektor bisnis dan birokrasi. Georgia, sebelum reformasi, dikenal dengan birokrasi yang lambat, berbelit-belit, dan penuh dengan pungli. Pelaku usaha harus membayar sejumlah besar uang hanya untuk mendapatkan izin dasar, yang membuat iklim bisnis sangat tidak kondusif.
Saakashvili memahami bahwa untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dia harus memotong rantai birokrasi yang rumit dan memberantas pungutan liar. Dia memerintahkan penghapusan lebih dari 80 persen peraturan bisnis yang tidak perlu, menyederhanakan proses perizinan, dan menciptakan one-stop service yang memungkinkan pelaku usaha mendapatkan izin hanya dalam hitungan hari, bukan bulan.
Baca Juga: Inilah Nama dan Susunan Menteri Kabinet Merah Putih Pemerintahan Prabowo Subianto
Langkah ini meningkatkan peringkat Georgia dalam Ease of Doing Business secara dramatis, menjadikan negara tersebut salah satu tujuan investasi yang paling menarik di kawasan itu.
Bagi Indonesia, yang juga terkenal dengan masalah birokrasi yang berbelit-belit, reformasi semacam ini akan sangat bermanfaat. Prabowo dapat meniru langkah ini dengan melakukan pemangkasan terhadap peraturan-peraturan yang tidak efisien, serta menciptakan iklim bisnis yang lebih transparan dan ramah investor.
Dengan menciptakan reformasi bisnis yang jelas dan menghapus pungutan liar, Indonesia bisa menarik lebih banyak investasi asing, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Inilah Nama dan Susunan Wakil Menteri Kabinet Merah Putih Pemerintahan Prabowo Subianto
Pelajaran untuk Prabowo: Keberanian untuk Bertindak
Apa yang membuat Saakashvili sukses bukan hanya kebijakan-kebijakan yang ia terapkan, tetapi juga keberaniannya untuk bertindak tegas di saat yang sulit. Dia berani mengambil risiko politik dengan memecat ribuan polisi korup dan membongkar birokrasi yang telah mengakar selama bertahun-tahun. Tindakannya ini tidak hanya membuatnya mendapat dukungan di dalam negeri, tetapi juga dipuji di kancah internasional.
Prabowo, yang telah lama dikenal sebagai tokoh dengan sikap tegas dan berani, memiliki potensi untuk melakukan hal serupa di Indonesia. Namun, dia harus memiliki komitmen untuk melakukan reformasi yang radikal dan menyeluruh, tanpa takut terhadap tekanan politik atau sosial. Reformasi semacam ini membutuhkan keberanian untuk mengorbankan kepentingan jangka pendek demi kemajuan jangka panjang.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Jokowi dan Prabowo, Hubungan Unik dalam Politik Indonesia
Selain itu, Prabowo juga harus belajar dari pendekatan Saakashvili yang tidak hanya fokus pada satu sektor, tetapi melakukan reformasi secara menyeluruh. Saakashvili memperbaiki institusi penegakan hukum, memberantas korupsi di pemerintahan, menyederhanakan birokrasi, dan menciptakan iklim bisnis yang kondusif.
Jika Prabowo dapat meniru model ini, dia tidak hanya akan mampu memperbaiki satu aspek dari sistem pemerintahan Indonesia, tetapi juga menciptakan perubahan yang berkelanjutan di berbagai sektor.
Penutup: Waktu untuk Bertindak
Baca Juga: Mengenal Anis Matta, yang Dipilih Prabowo Jadi Wakil Menlu Dunia Islam
Indonesia, seperti Georgia sebelum reformasi, memiliki tantangan besar dalam hal korupsi dan birokrasi yang tidak efisien. Namun, dengan kepemimpinan yang berani dan reformasi yang radikal, tantangan ini bukanlah sesuatu yang mustahil untuk diatasi. Prabowo memiliki semua elemen yang dibutuhkan untuk menjadi pemimpin yang mampu melakukan perubahan besar—yang ia butuhkan sekarang adalah keberanian untuk bertindak.
Seperti yang telah ditunjukkan oleh Saakashvili, reformasi radikal mungkin tampak menakutkan pada awalnya, tetapi jika dilakukan dengan komitmen dan visi yang jelas, hasilnya bisa sangat signifikan. Jika Prabowo berani mengikuti jejak Saakashvili dalam memecat pejabat yang korup, mereformasi birokrasi, dan menciptakan iklim bisnis yang lebih baik, Indonesia bisa menjadi negara yang lebih transparan, efisien, dan makmur.(KH.)
*Kris Hadiwiardjo, psikolog UI dan pengamat sosial politik. ***