MPR Bebaskan Presiden Kedua RI Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
- Penulis : Dody Bayu Prasetyo
- Kamis, 26 September 2024 14:38 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) mencabut nama Presiden kedua RI Soeharto dari Ketetapan (TAP) MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN).
Ketua MPR Bambang Soesatyo menjelaskan bahwa usulan pencabutan nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tersebut berasal dari Fraksi Partai Golkar pada 18 September 2024.
"Surat dari Fraksi Partai Golkar, tanggal 18 September 2024, perihal kedudukan Pasal 4 TAP MPR Nomor 11/MPR 1998 (mengenai status Soeharto, Red)," kata pria yang akrab disapa Bamsoet itu dalam sidang akhir masa jabatan MPR periode 2019-2024 di Gedung Nusantara pada Rabu, 25 September 2024.
Baca Juga: Andre Vincent Wenas: PSI dan Gosip Partai Berkarya, Tommy Soeharto dan Keluarga Cendana
Dalam sidang itu, Bamsoet mengatakan, putusan rapat gabungan pimpinan telah menyepakati untuk menjawab surat dari fraksi Partai Golkar itu.
"Namun terkait dengan penyebutan nama mantan Presiden Soeharto dalam TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tersebut secara diri pribadi, bapak Soeharto dinyatakan telah selesai dilaksanakan, karena yang bersangkutan telah meninggal dunia," ujar Bamsoet.
Untuk diketahui, isi Pasal 4 TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 menyebutkan bahwa upaya pemberantasan KKN harus dilakukan secara tegas tanpa pandang bulu. Tak terkecuali pada Presiden kedua Soeharto.
Baca Juga: BREAKING NEWS: Tanri Abeng, Pengusaha dan Mantan Menteri Era Soeharto dan Habibie Meninggal Dunia
"Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Soeharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia," demikian bunyi Pasal 4.
TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 itu ditetapkan di Jakarta pada 13 November 1998 dan disahkan oleh Ketua MPR saat itu, Harmoko.***