_copy_800x450.jpg)
Aku melihat sawah-sawah terbakar di mata mereka,
Hutan-hutan yang ditebang habis,
Lautan yang meradang oleh tumpahan minyak hitam.
"Tanah air ini bukan untuk dijual,"
Seru mereka, dan suara mereka bagaikan gemuruh badai.
"Tidak untuk diperdagangkan di pasar gelap global,
Bukan untuk terik panas kapital yang menghisap nyawa.
Kami telah membayar harga yang tak terhitung,
Agar tanah ini tetap hijau."
4)
Mereka merentangkan tangan ke arahku,
Kulit mereka seperti arang, hangus terbakar oleh peperangan,
Tapi mereka tetap berdiri tegak,
Seperti pohon-pohon tua yang menantang badai.
Baca Juga: Puisi Denny JA: Kulihat Raksasa Itu Tumbang
"Tidak ada emas yang lebih berharga
Dari darah yang telah kami tumpahkan,
Tidak ada kekayaan yang lebih agung
Dari kemerdekaan yang telah kami ukir
Dengan luka di dada dan tanah di tangan."
Mereka membakar udara dengan kehadiran mereka,
Membuat langit menangis gerimis,
Tapi aku tahu, itu adalah air mata mereka.
Aku tersentak, napasku tersengal-sengal,
Namun aku tak bisa berpaling,
Aku tak bisa lari dari tatapan mereka,
Yang menusuk jiwaku seperti pedang yang terhunus.
"Bumi ini tak boleh tergadai,
Kami adalah bayangan di bawah kakimu,
Jangan kau gadaikan tanah yang telah kami jaga."
Baca Juga: Puisi Denny JA: Dilema di Tanah Asing
Aku merasakan bumi bergetar di bawah langkahku,
Seolah tanah ini berbicara,
Dari tulang belulang yang tak terlihat,
Dari darah yang masih mengalir di akar pepohonan.
Malam itu terasa abadi,
Tapi aku tahu,
Bahwa meski mereka telah terkubur,
Cinta mereka pada negeri ini
Tak akan pernah hilang.
Seperti api yang terus menyala,
Seperti bintang yang menembus malam.
Padang, Sumatra Barat, 2018 ***
Baca Juga: Puisi Denny JA: Kuburan Mereka Berserakan di Berbagai Negara
-----