DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Kincir Angin Tak Bisa Menahan Rinduku

image
Catatan Denny JA: Kincir Angin Tak Bisa Menahan Rinduku (istimewa)

Ia pergi ke Moskow, penuh harapan.  
Mengejar ilmu, membangun tanah air,  
tapi sejarah menebasnya dari belakang,  
membawa gelap yang tak terduga.  

Bung Karno tumbang.  
Pulang berarti dipenjara.  
Masa depan digulung, menjadi kertas yang dibakar,  
hilang begitu saja.  

Tak ada jalan pulang bagi mereka yang ditandai,  
bagi mereka yang belajar di blok Timur.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Di Kereta Itu, Tak Ditemukannya Sepasang Mata Bola

Seperti burung yang patah sayap,  
Sarjono terjatuh, terasing di negeri yang dingin.  
Dari Moskow, ia tersapu ke Amsterdam,  
kota yang  hampa,  
sebuah pelarian yang tak menawarkan kehangatan.  

Setiap langkahnya di Belanda,  
selalu dihantui jejak-jejak yang tertinggal di tanah airnya.

-000-

Baca Juga: Catatan Denny JA: Revolusi Kreativitas Bersama Artificial Intelligence (1)

Di tahun dua ribu dua puluh dua,  
Jokowi membuka lembar luka lama,  
mengakui kesalahan yang telah merobek bangsa,  
hak-hak yang direnggut,  
mereka yang terusir dan tak lagi bisa pulang.

Dalam janji yang terdengar tegas,  
Jokowi tawarkan jalan pulang,  
bagi eksil yang terbuang,  
bagi mereka yang masih menyimpan rindu di kejauhan.

Sarjono mengemasi harapannya,  
tapi teman-temannya bersuara,  
"Tidak cukup! Maaf harus terdengar,  
tanpa itu, luka tak akan sembuh,  
rindu tetap akan berdarah."  

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ayah, Semoga Abu Jasadmu Sampai ke Pantai Indonesia

Akhirnya, jalan pulang itu tertutup kembali,  
Kata sepakat tak pernah bertemu.

Halaman:
1
2
3

Berita Terkait