Shamsi Ali Al-Kajangi: Donald Trump: I Am Back!
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 17 Juli 2024 09:10 WIB
Kita masih ingat “presidential decree” (keputusan presiden) tentang “Muslims Ban” atau pelarangan orang Islam masuk Amerika ketika itu. Tapi lebih dari itu, juga karena pribadinya yang memang rasis dan anti Immigran dan Muslim khususnya.
Saya mengenal dan pernah bertemu dengan beberapa presiden Amerika. Satu di antaranya adalah GW Bush Jr di tahun 2001 pasca tragedi 9/11 ketika itu. Saya berani mengatakan bahwa Bush adalah anti Islam dan Islamophobic.
Kita kenal Bush memang adalah pengikut Kristen Evangelical yang ekstrim. Sehingga serangan ke Afganistan dan Irak, walau dibungkus dengan slogan “freedom dan demokrasi”, sesungguhnya adalah bagian dari perang suci Kristiani (Crusade) sebagai balas dendam lama kepada umat ini.
Baca Juga: Siapa Sebenarnya Thomas Matthew Crooks, si Penembak Beruntun Mantan Presiden AS Donald Trump
Namun hal yang membedakan antara Bush dan Trump adalah bahwa Bush dalam mengekspresikan kebenciannya (hatred) masih sopan dan civilized (beretiket). Masih mengatakan, misalnya “Islam is a peaceful religion” (Islam adalah agama damai). Walau banyak orang Islam yang tidak damai. Sebaliknya Trump justru yang disebutkan sebagai sumber dari kejahatan (evil) adalah Islam itu sendiri.
Kesemua itulah yang menjadikan komunitas Muslim di Amerika sangat waswas untuk menerima apalagi mendukung Donald Trump. Belum lagi berbagai imoralitas, khususnya dalam dalam hal “womanizer” yang memalukan. Ditambah lagi dengan kasus 6 Januari di Amerika, yang semuanya menggambarkan jika Donald Trump memiliki karakter dan kepribadian yang antitesis dengan nilai-nilai Amerika sebagai bangsa.
I am back!
Baca Juga: Perkembangan Terakhir Investigasi Penembakan Mantan Presiden AS Donald Trump, Berikut Ini Datanya
Akan tetapi di sisi lain dukungan Komunitas Muslim kepada Biden di pilpres lalu kini terasa sebuah penyesalan yang nyata. Pembunuhan massal dan genosida yang dilakukan oleh Israel ke penduduk Gaza memungkinkan terjadi karena bantuan militer dan keuangan Amerika dan sekutunya.
Dan Biden dalam hal ini menjadi orang pertama yang harus bertanggung jawab. Apapun justifikasi yang disampaikan ke publik, tangan Biden berlumuran darah anak-anak dan warga sipil Palestina.
Biden di mata Komunitas Muslim adalah sosok hipokrit (munafik) yang tidak bisa dipercaya. Kata-katanya tidak sejalan dengan kenyataan kebijakan yang diambilnya dalam menyikapi genosida dan pembantaian anak-anak Palestina.
Karenanya dukungan yang Komunitas Muslim pernah berikan kepadanya pada pilpres lalu tidak akan lagi terjadi. Komunitas Muslim telah kehilangan trust dan tidak lagi melihatnya sebagai kandidat yang punya integritàs untuk memimpin negara adidaya ini.