DECEMBER 9, 2022
Kolom

Melintasi Batas: Lukisan AI Denny JA dan Era Baru Seni Lukis Indonesia

image
Elza Peldi Taher dan lukisan Denny JA (Foto: Koleksi pribadi)

Ketidak hadiran lukisan Kahlil Gibran dan Rumi, dua penyair besar yang sering dikutip oleh Denny JA dalam karyanya, juga mengherankan; mereka telah memberikan kontribusi luar biasa dalam dunia sastra dan seharusnya diberikan tempat yang layak dalam pameran.

Lukisan adalah bahasa yang universal. Tidak semua orang memiliki keterampilan untuk menguraikan pesannya. Hanya mereka yang memiliki jiwa seni yang dalam yang mampu menggali esensi dan pesan yang tersembunyi di balik lukisan. 

Seperti musik yang memanggil hati dengan melodi yang indah, lukisan memanggil jiwa dengan keindahan visualnya. Hanya melalui mata jiwa, seseorang dapat memahami dan merasakan kekuatan yang terkandung dalam setiap karya seni yang dipamerkan. 

Baca Juga: Denny JA: Sastra Menjadi Alat Diplomasi Anarbangsa yang Efektif, Termasuk Mendamaikan Israel dan Palestina

Sebuah lukisan  menjadi cermin bagi siapa pun yang memandangnya, merefleksikan warna-warna emosi yang terdalam dalam diri mereka sendiri. Meskipun pelukis telah mengisi setiap celah dengan maksud yang terpahami olehnya, namun tiap sudut pandang membawa perjalanan yang unik, mengungkapkan rahasia dan kebenaran yang hanya bisa disentuh oleh hati yang terbuka. Hal itulah yang  kita dapatkan pada lukisan Denny JA

Apakah Dunia Lukisan akan Bergairah?

Pertanyaan yang muncul adalah apakah dunia seni lukis akan menjadi  lebih bergairah karena kini orang bisa melukis dengan bantuan  AI, seperti yang terjadi pada Denny JA?

Baca Juga: Elza Peldi Taher: Denny JA, Penulis Lari Cepat 100 Meter

Menurut saya para pelukis yang sudah mapan, yang selama ini telah melukis dengan cara konvensional, mungkin merasa skeptis atau enggan untuk menggunakan AI sebagai alat bantu dalam proses kreatif mereka. Mereka telah mengembangkan keterampilan  mereka selama bertahun-tahun, membangun hubungan yang intim antara diri mereka dan kanvas, mengungkapkan emosi, pengalaman, dan visi mereka melalui sentuhan kuas yang dipenuhi dengan perasaan.

Bagi banyak pelukis konvensional, proses melukis adalah sebuah perjalanan spiritual yang mengalir dari hati dan jiwa. Mereka mungkin merasa bahwa penggunaan AI dalam proses kreatif dapat mengurangi keintiman dan keaslian dalam karya seni mereka. Bagi mereka, keindahan seni tidak hanya terletak pada hasil akhir, tetapi juga pada perjalanan artistik yang mereka alami selama proses menciptakan.

Yang sangat mungkin adalah, Kehadiran AI sebagai alat bantu mungkin  membuka pintu bagi lahirnya generasi baru seniman lukis. Denny JA adalah salah satu contoh, yang menunjukkan bagaimana AI dapat menjadi mitra yang kuat bagi para seniman dalam mengeksplorasi potensi mereka.

Baca Juga: Rangking Jokowi dan Prabowo dalam Sejarah Presiden: Pengantar Denny JA di Buku Kumpulan 76 Penulis tentang Pilpres

Dengan AI, batasan-batasan teknis dalam melukis bisa teratasi, memungkinkan mereka yang belum memiliki pengalaman atau keterampilan yang luas dalam seni lukis konvensional untuk mengekspresikan diri mereka dengan lebih leluasa. Teknologi ini memberi kesempatan kepada individu-individu kreatif yang sebelumnya mungkin merasa terhalang oleh kendala teknis untuk mengeksplorasi dunia seni lukis dengan lebih percaya diri.

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait