Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin: Globalisasi dan Perang Asimetris
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Minggu, 12 Mei 2024 07:14 WIB
Bagian Operasi Militer dalam merespon perang asimetris terdapat empat kecenderungan pola menghadapi perang asimetris:
Pertama, pencapaian mission orders akan cenderung semakin banyak ditentukan oleh aksi organisasi level bawah. Karena itu pengertian akan tujuan dari misi harus dimiliki oleh organisasi level terbawah sehingga mereka merespons perkembangan dengan secepatnya bertindak tanpa harus mengompromikan mission orders yang lebih besar diperlukan inisiatif dan motivasi yang cepat.
Kedua, pergeseran unit terkecil harus mampu beroperasi secara mandiri dan tidak bergantung pada logistik terpusat. Setiap unit harus dapat hidup dari sumber daya alam dan sumber daya musuh yang berhasil dikuasai. Di sini perlunya kemampuan perorangan yang tinggi dalam menjalankan suatu operasi khusus.
Baca Juga: Josep Borrell: Iran atau pun Sekutunya Hizbullah di Lebanon Tak Siap Berperang
Ketiga, semakin pentingnya kemampuan manuver, dibandingkan jumlah firepower, mengingat konsentrasi massa dan firepower justru membuat semakin mudah untuk diserang.
Di masa yang akan datang, pasukan yang kecil, berkemampuan manuver yang tinggi, cepat dan lincah akan mendominasi pertempuran, karena perang asimetris sangat tidak normatif.
Keempat, kecenderungan untuk penetrasi menyerang anatomi lawan secara internal dengan menghancurkan kekuatan fisiknya.
Baca Juga: Andre Vincent Wenas: Iran vs Israel, Awal Pecahnya Perang Dunia Ketiga?
Hal ini bisa dicapai, antara lain dengan menekan basis politik, finansial dan material lawan agar tidak lagi memberikan dukungan pasukan lawan, atau bahkan menekan basis tersebut untuk menghentikan perang dengan memutuskan garis logistik dan komunikasi suatu tindakan yang melumpuhkan kekuatan lawan.
Keempat kecenderungan ini membuat perang asimetris akan menjadi perang tanpa bentuk yang jelas. Garis pemisah antara perang dan damai semakin menipis, dengan front non-linear, bahkan mungkin tidak ada medan tempur yang dapat didefinisikan dengan jelas.
Garis pemisah antara rakyat sipil dan militer semakin tidak jelas. Perang akan terjadi dalam seluruh dimensi, termasuk pada dimensi kultural, maka perang psikologis menjadi salah satu dimensi yang sangat dominan untuk dikembangkan dalam perang asimetris.
Pada level strategis, target peperangan asimetris adalah melemahkan motivasi pembuat kebijakan di pihak lawan, sehingga kemenangan strategis diperoleh dengan serangkaian serangan terkoordinasi dan simbolik melalui ragam cara untuk menghancurkan infrastruktur ekonomi, sosial budaya dan politik negara, yang akan meruntuhkan semangat perlawanan pemimpin politik negara.