DECEMBER 9, 2022
Kolom

Denny JA: Situasi akan Baik-baik Saja di Tengah Isu Pemilu Curang, Hak Angket, dan Koalisi Baru

image
(OrbitIndonesia.kiriman)

Aneka isu kecurangan Pemilu akan meredup melalui waktu.

Berdasarkan pengalaman di Pilpres sebelumnya, sulit sekali proses pembuktian kecurangan Pemilu di sidang Mahkamah Konstitusi.

Bisa kita bayangkan satu dimensi saja: jumlah kasus pembuktian. Prabowo-Gibran unggul sekitar 58 persen. Katakanlah pihak yang kalah ingin menggugat 8 persen saja, agar Pilpres menjadi dua putaran.

Baca Juga: Denny JA Gagas Buku tentang Pilpres 2024 di Mata Penulis SATUPENA

Itu artinya, 8 persen dari 204 juta pemilih. Sekitar 16 juta pemilih harus dibuktikan di meja pengadilan bahwa mereka tidak sah mendukung Prabowo-Gibran. Itu minta ampun banyaknya. Lebih sulit lagi jika memang tak ada kecurangan sebanyak itu.

Tradisi lima tahunan sejak Pilpres 2004, 2009, 2014, dan 2019, pihak yang kalah memang selalu menuduh curang.

Namun kemudian, yang menuduh curang gagal membawa bukti yang valid di Mahkamah Konstitusi, untuk mengubah pemenang Pilpres.

Ini peristiwa lima tahunan, ritual musiman per lima tahun, yang ujungnya akan sama. Baik di Pilpres 2004 sampai 2019, pemenang Pilpres yang ditetapkan KPU itulah yang akhirnya sah menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia. Sah pula mereka memerintah.

Lalu bagaimana dengan hak angket?

Besar kemungkinan hak angket ini pun mati melalui waktu, karena tak cukup dukungan di DPR untuk memperoleh 50 peren+1.

Mengapa tak cukup?

Halaman:
1
2
3
4

Berita Terkait