Upaya ASEAN Mewujudkan Perdamaian di Myanmar, yang Kini Dipimpin Junta Militer
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 31 Januari 2024 07:26 WIB
Berulang kali China memperingkatkan junta Myanmar agar menjaga situasi kondusif di perbatasan kedua negara, dengan menindak para kriminal yang beroperasi di kedua sisi perbatasan. Rupanya, junta sudah tak mampu merestorasi keadaan.
Kemudian, pada akhir Oktober 2023, Aliansi Tiga Persaudaraan yang terdiri dari Tentara Arakan, Tentara Aliansi Demokrasi Nasional (MNDAA) dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang, melancarkan serangan terkoordinasi yang membuat junta terdesak di Shan dan bagian barat Myanmar.
Serangan itu disebut-sebut mendapatkan restu China yang bermain di dua kaki di Myanmar, dengan membantu junta di satu sisi, tapi menjalin kontak dengan para penentang junta di sisi lain.
Baca Juga: KTT ASEAN Sudah Berakhir, Polisi Hentikan Rekayasa Lalu Lintas Kawasan Jakarta
China berusaha memberikan tekanan lebih keras dari biasanya, kepada junta.
Alhasil, perubahan sikap China dan situasi medan perang yang tak menguntungkan itu, membuat junta dihadapkan kepada realitas yang memaksanya menoleh lagi ASEAN.
Kebetulan, tahun ini, Laos yang memiliki banyak persamaan budaya dengan Myanmar dan berbatasan langsung di bagian timur laut, menjadi ketua ASEAN.
Baca Juga: Sandiaga Uno: CElebrASEAN Expo 2023 adalah Sarana Promosi Produk Ekonomi Kreatif
China sendiri melihat peluang baik dari posisi Laos sebagian ketua ASEAN,sekalipun itu mungkin lebih kepada agenda Laut China Selatan.
Sejumlah kalangan di ASEAN sendiri mengkhawatirkan netralitas Laos sehingga mengancam sentralitas ASEAN dalam menyelesaikan masalah-masalah kawasan. Hal itu pernah terjadi saat ASEAN diketuai Kamboja pada 2022.
Netralitas
Baca Juga: Event CElebrASEAN Expo 2023 Banyak Diminati Negara Sahabat di KTT ASEAN
Kekhawatiran ini didasarkan pada ketergantungan Laos kepada China. Laos memiliki utang yang mencapai 123 persen dari total produk domestik brutonya, yang lebih dari separuh utang itu berasal dari China.