Upaya ASEAN Mewujudkan Perdamaian di Myanmar, yang Kini Dipimpin Junta Militer
- Penulis : Satrio Arismunandar
- Rabu, 31 Januari 2024 07:26 WIB
Dalam upaya mempertegas komitmen ASEAN, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi menegaskan tak boleh ada aksi permisif yang menghambat atau memundurkan implementasi Konsensus Lima Poin.
Lantas, mengapa junta berubah sikap? Tak ada yang tahu pasti penyebabnya. Cuma, ada dugaan bahwa hal itu berkaitan dengan situasi-situasi sulit yang dihadapi junta belakangan ini.
Terdesak
Baca Juga: KTT ASEAN Sudah Berakhir, Polisi Hentikan Rekayasa Lalu Lintas Kawasan Jakarta
Dalam beberapa bulan terakhir, posisi junta lagi tertekan di medan perang, bukan saja karena menghadapi sayap militer Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang dibentuk oposisi pimpinan Aung San Suu Kyi, tapi juga melawan kelompok-kelompok etnis bersenjata.
NUG dan kelompok-kelompok etnis bersenjata itu kini bersekutu membentuk front bersama melawan junta.
Saat yang sama, ada pergeseran sikap dari China, yang tak saja berbatasan langsung dengan Myanmar, tapi juga aktor penting dalam krisis Myanmar.
Baca Juga: Sandiaga Uno: CElebrASEAN Expo 2023 adalah Sarana Promosi Produk Ekonomi Kreatif
China sepertinya sudah tak sabar menunggu kehadiran sebuah rezim yang stabil di Myanmar. Mereka juga melihat penguasa yang bertambah tidak populer di mata rakyatnya.
Padahal rezim yang tidak stabil membahayakan posisi China yang berusaha mencari jalan singkat ke Samudera Hindia demi akses energi global, terutama dari Timur Tengah.
Tiga tahun setelah berkuasa lewat kudeta, junta tak kunjung bisa menstabilkan Myanmar. Ketiadaan rezim yang kuat ini membuat beberapa daerah di Myanmar menjadi rawan kriminalitas, termasuk perbatasan China-Myanmar.
Baca Juga: Event CElebrASEAN Expo 2023 Banyak Diminati Negara Sahabat di KTT ASEAN
Hal itu ditambah arus pengungsi dan bahkan kombatan ke dalam wilayah China, Shan yang berbatasan dengan Provinsi Yunnan di China.