Bambang Prakuso: Mengapa Literasi dan Mutu Pendidikan Kita Termasuk Terendah di Dunia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 27 September 2023 10:50 WIB
Baca Juga: Kapan Pendaftaran Kartu Prakerja Gelombang 62 Dibuka, Catat Jadwal, Cara Daftar, dan Linknya
Tapi seminarnya dari dulu sampai sekarang cuma itu-itu saja. Tidak ada upaya bagaimana caranya masyarakat bisa membaca cepat, benar, dan efektif, sehingga minat, kegemaran membacanya dan tingginya budaya literasi mereka meningkat.
23. Penghargaan terhadap pengarang rendah. Ketika negara lain, mencari cara bagaimana mengatasi jumlah buku yang semakin menurun karena ada ebook, kita masih sangat tergantung dengan kehadiran buku cetak.
Padahal akibat gadget, milenial kita sudah beralih ke gadget. Kita menghimbau agar mereka baca buku tercetak. Sampai bibir dower nyaris tak ada pengaruhnya. Ajarkan cara cepat, benar dan efektif membaca ebook, memanfaatkan AI (Artificial Intelligence). Orang sudah berpikir ke era industri 4.0/5.0, kita masih pakai pola pikir industri 2.0/3.0?
24. Kurikulum merdeka yang tidak merdeka. Kita menggunakan kurikulum merdeka belajar, tapi faktanya siswa kita dicekoki oleh guru pengetahuan cara belajar yang masih terbelakang. Siswa disuruh meringkas dengan catatan linear, pada hal ada mind mapping.
Baca Juga: Penemuan Misterius: 8 Mumi dan Artefak Pra Inca Terungkap di Peru ketika Penggalian Gas
Siswa disuruh baca lamban, padahal sudah ada SSRA (ilmu baca cepat, benar, dan efektif). Katanya kurukulum merdeka, tapi anak-anak tidak boleh menggunakan mind mapping dan SSRA, karena dianggap tidak sama dengan guru dan siswa lain. Lalu letak Merdeka belajarnya di mana? Merdeka belajar untuk guru atau siswa?
Apakah perubahan hanya bisa terjadi setelah ada imam Mahdi, revolusi, atau bencana dahsyat yang memporak-porandakan bangsa ini?
Benar, bisa dimaklumi pemerintah adalah organisasi besar, sehingga lamban bergerak. Birokrasi yang berbelit belit dan mental feodal telah memenjarakan pikiran rakyat dan para pejabat. Birokrasi membuat kita menjadi lamban dan sulit menerima perubahan dengan cepat.
Zaman bergerak cepat. Masihkah kita menunggu undang-undang literasi, sementara minat dan kecepatan membaca kita terus terpuruk?