Bambang Prakuso: Mengapa Literasi dan Mutu Pendidikan Kita Termasuk Terendah di Dunia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 27 September 2023 10:50 WIB
"Semakin tinggi kecepatan membaca semakin tinggi minat baca, semakin rendah kecepatan membaca, semakin rendah minat baca". Karena ketidaktahuan itu maka kursus membaca cepat dianggap tidak penting. Ketika diabaikan, sampai kapanpun minat dan kecepatan baca kita rendah.
6. Tidak ada rasa malu. Ketika Thailand dinyatakan Nomor 59 negara paling malas baca di dunia, kita nomor 60, Thailand punya rasa malu. Mereka mau berubah. Mereka mewajibkan mind mapping dan wajib baca.
Hasilnya, Thailand jauh meninggalkan kita. Tahun 2018 mereka mampu membaca 5 buku per tahun, kita 1 buku pun tidak. Mereka mampu meningkatkan minat bacanya 65,1 persen kita hanya 0,001 persen. Terlalu...
Baca Juga: Halaqah Ulama Merah Putih Cirebon Dukung Ganjar Pranowo, Ulama dan Kiai: Bismillahirrahmanirrahim
7. Wajib Mind mapping. Thailand mewajibkan mind mapping dalam proses belajar dan mengajar, kita masih saja menggunakan catatan linear dan peta konsep.
Peta konsep menggunakan otak kiri yang membuat siswa cepat bosan dan enggan belajar.
Mind mapping adalah bagian dari pelajaran SSRA (Super Speed Reading Alfateta).
8. Kambing Hitam Keliru. Kita masih saja mencari kambing hitam minat baca rendah: buku kurang, anggaran kurang. Kita lupa zaman sudah maju, jika buku tidak ada, ebook ada. Teknologi e-book bisa menghemat biaya pembelian buku sampai 90 persen atau 80 persen. Kenapa kita masih berpikir hanya satu cara, banyakin buku?
9. Kita masih sibuk mempermasalahkan internet untuk akses ebook. Kami yakin, pejabat kita tahu, sekarang sudah ada teknologi intranet. Kita tidak memerlukan internet, data, atau wifi untuk mengakses ebook. Jadi gak ada alasan minat baca daerah 3 T (terluar, tertinggal, termiskin) sulit atau tidak bisa dilakukan.
Baca Juga: Hendry Ch Bangun Jadi Ketua Umum PWI 2023-2028
10. Kita mengeluh karena kekurangan buku bermutu. Pemerintah tidak sadar, mereka sendiri yang "membunuh" penulis/pengarang. Kita menganjurkan membaca dan menulis, sementara penulis buku bermutu di Indonesia nasibnya ditelantarkan.