Jokowi dan Para Relawannya: Oportunisme vs Radikalisme Kelas Menengah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 09 Agustus 2023 09:05 WIB

Mahasiswa jurusan Teknik Sipil ITB ini banting setir ke dunia hukum karena aktif menyusun pleidoi untuk para aktivis Dewan Mahasiswa ITB yang diadili karena peristiwa Buku Putih Perjuangan Mahasiswa 1978, selain juga kerap berhubungan dengan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Bandung.
Hendardi dalam memoarnya (2020) menyatakan bahwa dirinya menggelar pelatihan khusus untuk beberapa aktivis ITB angkatan 1982 seperti Pramono Anung, Ridwan Djamaluddin dan Irfan Setiaputra pada tahun 1984.
Kita tentu saja mengenal tiga nama ini sebagai Sekretaris Kabinet, Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, serta Direktur Utama PT Garuda Indonesia. Apakah Presiden Jokowi mengangkat ketiga kader Hendardi tersebut berdasarkan kapasitas dan rekam jejak?
Tentu saja tidak, karena kita memahami bahwa kader-kader Hendardi mendapatkan jatah kekuasaan karena mendukung Jokowi. Sama halnya dengan penyebab Budi Arie Setiadi diangkat menjadi menteri di penghujung kekuasaan Jokowi.
Baca Juga: Ini Profil Lengkap Desnayeti, Hakim Agung MA yang Pilih Tetap Vonis Mati Ferdy Sambo
Fenomena Relawan dan Kelas Menengah
Menurut Nur Iman Subono dalam kuliah yang saya ikuti di jurusan Ilmu Politik UI, fenomena relawan Jokowi adalah konsekuensi dari keberadaan kelas menengah Indonesia. Lalu siapakah kelas menengah Indonesia yang dimaksud?
Jika kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok sosial yang memiliki kesadaran yang sama, maka konsep kelas menengah adalah sesuatu tidak jelas asal-usulnya.
Marx misalkan mendefinisikan kelas sosial menjadi dua kelompok dengan kesadaran yang bersifat materialistis, yaitu kelas pemilik modal dan kelas pekerja serta tidak ada kelas menengah.
Kelas menengah dalam konteks Indonesia adalah konsep yang membingungkan, karena jika menilik pada sejarah maka kelas menengah lahir sebagai dampak economic boom era Orde Baru.
Orde Baru yang membangun ekonomi kapitalistik dengan perencanaan terpusat, menurut Yuswohady (2012) menghasilkan kelas menengah yang oportunistik, karena memang mereka lahir karena kedekatannya dengan penguasa Orde Baru.