DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Jokowi dan Para Relawannya: Oportunisme vs Radikalisme Kelas Menengah

image
Relawan Budi Arie yang diangkat jadi menteri dan Jokowi.

Fadjroel Rachman sudah tentu mendapatkan jabatan Komisaris Utama Adhi Karya, BUMN yang membangun jembatan lengkung LRT di persimpangan jalan Rasuna Said-Gatot Subroto namun salah desain tersebut, kemudian Juru Bicara Presiden dan akhirnya Duta Besar RI untuk Kazakhstan dan Tajikistan pastilah karena politik.

Demikian juga dengan Ammarsjah Purba, Ketua KPM ITB terakhir pada saat Peristiwa 5 Agustus, mendapatkan jabatan Komisaris PT Petrokimia Gresik kemudian menggalang dukungan alumni kampus-kampus ternama untuk Jokowi melalui Komunitas Alumni Perguruan Tinggi (KAPT).

Tanpa perlu meneliti kapasitas dan rekam jejak mereka dalam posisi yang pernah mereka tempati, kita dapat menyimpulkan bahwa Budi Arie, Hilmar Farid, Jokowi, serta Hendardi dan kelompok alumni ITB pelaku peristiwa 5 Agustus mendukung Jokowi karena dianggap antitesa Orde Baru dan sistem politik yang korup.

Antara Oportunisme dan Radikalisme
Jika relawan pendukung Jokowi muncul sebagai kelanjutan dari fenomena kelas menengah Indonesia, tentu saja mereka tidak bisa melepaskan diri dari karakteristik kelas menengah yang menurut para akademisi bagaikan pisau bermata dua.

Di satu sisi, kelas menengah berkarakter oportunis karena mereka lahir dari kekuasaan negara yang kapitalistik, serta bergantung kepadanya untuk kepentingan jangka pendek.

Di sisi lain, kelas menengah Indonesia juga berkarakter radikal karena mereka akan selalu menjadi sumber gagasan pembaharuan sosial politik serta ekonomi, dan memiliki sikap kritis terhadap kelas elit penguasa Indonesia.

Menjelang Pemilu 2024, relawan pendukung Calon Presiden kembali bermunculan bak cendawan di musim hujan. Berdasarkan pola-pola sebelumnya, tentu saja relawan dibentuk aktivis dan bukan bagian dari partai politik. Dan tentu saja, karakter oportunis cum radikal ala kelas menengah akan melekat pada kelompok-kelompok relawan tersebut.

Mengapa demikian? Karena kita bisa menilai sendiri dengan jujur, apa yang dihasilkan para relawan pendukung Jokowi yang mendapatkan jatah kekuasaan.

Apakah ada perubahan radikal yang mereka cita-citakan terwujud dalam dua periode kekuasaan Jokowi, atau para relawan ini hanya memenuhi hasrat oportunisme ala kelas menengah Indonesia.

(source: kompasiana). ***

Halaman:
1
2
3
4
5

Berita Terkait