Haidar Bagir: Membedah Ilusi Identitas Arab di Indonesia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 27 Juni 2023 07:25 WIB
Dan belakangan ada kelompok Partai Arab Indonesia (PAI) maupun juga kelompok non-PAI yang lebih tradisional, yang ternyata tak kalah nasionalisnya dari kedua kelompok yang disebut pertama.
Sayangnya, sebelum kekuatan nasionalis dari keturunan Yaman itu benar-benar telah mencapai posisi final nasionalistik keturunan Yaman yang tak bisa balik lagi (irreversible), sebuah gejala baru, sebuah arus baru yang tidak sejalan, muncul.
Sumbernya sebenarnya adalah suatu perkembangan yang otherwise amat baik di Hadramaut, yakni bermunculannya lembaga-lembaga pendidikan yang relatif modern di sana.
Baca Juga: Viral Mahasiswi KKN di Padang Kena Getahnya karena Video Ngeluh Tidak ada Air, Tuai Hujatan Netizen
Yang terkenal di antaranya adalah Rubath Tarim di bawah kepemimpinan Habib Abdullah bin Umar al-Shathiri; Darul Musthofa di bawah kepemimpinan Habib Umar ibn Hafizh; dan Universitas al-Ahgaf yang didirikan oleh Habib Abdullah ibn Mahfuzh al-Haddad.
Bersama dengan masuknya arus para sayyid yang bersekolah dan lulus dari Iran—dan membawa mazhab ahlul bait yang juga memuliakan keturunan Nabi—masuk pulalah arus lulusan dari sekolah-sekolah di Hadramaut tersebut.
(Sebetulnya ada juga arus masuknya para keturunan Arab asal Indonesia lulusan sekolah-sekolah di Saudi dan Yaman. Tetapi yang ini beraliran salafi, dan nyaris merupakan antitesis aliran keagamaan kaum ‘Alawi).
Tetapi arus ini pun, melalui jalur berbeda, juga memperkuat kecenderungan kearaban, melalui ajaran salafiyah yang mereka bawa.
Memang aliran Salafiyah menganggap bahwa ajaran Islam yang murni adalah ajaran Islam yang dikembangkan oleh para ulamanya sampai abad ke-2 Hijriyah dan bahwa Muslim harus selalu merujuk ke era ini.