Haidar Bagir: Membedah Ilusi Identitas Arab di Indonesia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 27 Juni 2023 07:25 WIB
Sekolah, yang juga ikut didirikan oleh ayahnya itu, yang asalnya bernama Rabithah al-‘Alawiyah (Perkumpulan kaum ‘Alawi; yakni keturunan ‘Alwi ibn’ Ubaydillah, yang merupakan cucu Imam Ahmad ibn ‘Isa al-Muhajir, migran pertama dari keturunan Nabi Saw. dari Irak ke Hadramaut) menjadi Sekolah Diponegoro.
Belakangan malah beliau meninggalkan Solo dan Kelurahan Pasar Kliwon—sebagai wilayah “kampung Arab”, tempat kelahiran dan telah lebih dari 50 tahun menjadi tempat tinggalnya—untuk pindah ke Bandung dan sepenuhnya mendedikasikan waktunya untuk pendidikan keagamaan bersama jamaah yang nyaris tak lagi beridentitas Arab.
Bahkan, di antara alasan hijrahnya itu adalah kurangnya kesejalanan dengan sebagian kelompok keluarga besar ‘Alawiyin terhadap pemikiran-pemikirannya yang sedikit banyak tidak “ngarabi”, dan tidak “ngalawiyini”.
Baca Juga: Jelang Liga 1 Bergulir, Arema FC Datangkan Ariel Lucero dari Argentina
Malah, sebaliknya, beliau justru cukup kritis kepada gejala penguatan simbol-simbol kearaban dan ke-‘alawiyah-an yang merupakan keluarga besar biologisnya.
Itu semua karena semata-mata bentuk tanggung jawab kekeluargaan yang memang selayaknya ditunaikannya. Mayoritas jamaah beliau di Bandung adalah mahasiswa-mahasiswa ITB, Unpad, dan universitas-universitas lainnya di kota itu.
Alhasil, bagi keluarga kami, tak pernah ada keraguan sedikit pun bahwa kami adalah orang Indonesia. Bukan saja kami merasa sebagai orang Indonesia, kami bahkan tak pernah secara sadar merasa atau membawa diri sebagai orang “Arab” keturunan migran.
Ke Yaman pun saya belum pernah, tak juga saudara-saudara saya yang lain. (Penulis buku ini pun rasanya juga belum pernah).
Baca Juga: Resmi, PT LIB Kantongi Izin Liga 1 Dari Kepolisian Selama Satu Musim
Ayah saya, sebagai anak tunggal, memang pernah sekali diajak ayahnya ke Hadramaut, untuk selanjutnya berencana bersekolah di Al-Azhar, Mesir. Bahkan kakek saya sempat terpikir untuk kembali tinggal di Hadramaut sambil tetap bisa dekat dengan anak tunggalnya yang akan bersekolah di Mesir itu.