Ketua ICRES: Demi Mendorong EBT, seharusnya Permen ESDM Tidak Perlu Diubah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 10 Mei 2023 16:58 WIB
“Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 sebetulnya sudah sangat atraktif terhadap percepatan pemanfaatan energi terbarukan, terlebih PLTS atap. Seharusnya, permen tersebut tidak perlu diubah agar masyarakat tetap memiliki minat untuk memasang PLTS atap, Kita dorong saja pelanggan PLN untuk pasang PLTS atap," katanya.
Sebelumnya Surya Dharma mengatakan DPR-RI, DPD-RI dan Pemerintah perlu memperhatikan agar terdapat kepastian hukum dan kepastian berusaha di bidang energi terbarukan.
Baca Juga: SEA Games 2023: Kandaskan Filipina, Timnas Bulu Tangkis Putri Indonesia Melaju ke Final
“Hal yang sangat diperlukan saat ini adalah dasar hukum yang kuat, agar kepastian hukum dalam pemanfaatan energi terbarukan semaksimal mungkin dapat dilakukan, tidak hanya hingga 2030 tetapi juga melewati tahun tersebut. Sehingga Indonesia mampu mencapai target NZE, sebagaimana yang sudah dimasukkan dalam peta jalan NZR sektor energi,” kata Surya
Data kementerian ESDM menyebutkan, PLTS atap memiliki potensi energi 3,295 GW. Namun pemanfaatannya baru sebesar 193 MW. Sementara, rumah tangga dan industri menjadi sektor yang memanfaatkan PLTS atap paling banyak setelah bangunan/fasilitas BUMN.
Sementara itu Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa mengatakan, terhambatnya pertumbuhan EBT di Indonesia juga karena keterlambatan lelang PLN, akuisisi lahan, proses negosiasi Power Purchase Agreement (PPA) yang berkepanjangan dan juga pandemi.
Pasokan energi pembangkit listrik di Indonesia terbesar masih disokong oleh PLTU batubara. Menilik data lima tahun ke belakang (2018-2022) pasokan energi batubara selalu berada di atas 60 persen dan terus meningkat.
Bahkan bauran energi batubara pada 2022 mencapai 67 persen. Sedangkan di tahun yang sama, bauran energi gas sebesar 15,96 persen, EBT (14,11 persen) dan BBM (2,73 persen).
Perkembangan EBT juga terbilang stagnan di angka 1 hingga 2 persen saja. Seandainya tren itu terus berlanjut maka rasanya sulit untuk mencapai bauran energi terbarukan 23 persen di 2025 dan kemungkinan baru mencapai kisaran 16 atau 17 persen.