Syaefudin Simon: Tenggelamnya Rumah Allah oleh Banjir Kapitalisme
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 07 Mei 2023 19:14 WIB
Sejarah Arab Saudi mencatat dihapusnya peninggalan sejarah itu secara konsisten. April 1925, di Madinah, kubah di makam Al-Baqi' diruntuhkan. Beberapa bagian kasidah karya Al-Busiri (12111294) yang diukir di makam Nabi sebagai himne pujaan ditutupi cat oleh penguasa agar tak bisa dibaca.
Di Mekah, makam Khadijah, istri Nabi, dihancurkan. Kemudian tempat di mana rumahnya dulu berdiri dijadikan kakus umum.
Contoh lain bisa berderet, juga protes terhadap tindakan penguasa Wahabi itu. Di awal 1926, di Indonesia berdiri "Komite Hijaz" di kediaman KH Abdul Wahab Chasbullah di Surabaya, ekspresi keprihatinan para ulama.
Reaksi dari seluruh dunia Islam itu berhasil menghentikan destruksi itu. Tapi kini, di abad ke-21, Wahabisme dan kapitalisme bertaut, dan Makkah berubah.
Mengherankan sebenarnya. Di sebuah tulisan dari tahun 1940 Bung Karno mengutip buku Julius Abdulkerim Germanus, Allah Akbar, Im Banne des Islams.
Dari sana Bung Karno menggambarkan kaum Wahabi sebagai orang-orang yang dengan keras dan angker mencurigai "kemodernan"; mereka bahkan membongkar antena radio dan menolak lampu listrik.
Tapi kini, seperti tampak di kemegahan Abraj al-Bait, bukan hanya lampu listrik yang diterima, tapi juga transformasi Mekah jadi semacam London & Las Vegas. Apa yang terjadi?
Baca Juga: Fakta Unik Phyla Vell, Superhero baru di Film Guardians of the Galaxy Vol 3
Mungkin sikap dasar Wahabisme tak berubah. Menghapuskan petilasan (menidakkan masa lalu), sebagaimana menampik "kemodernan" (menidakkan masa depan), adalah sikap yang anti-Waktu.