Syaefudin Simon: Tenggelamnya Rumah Allah oleh Banjir Kapitalisme
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 07 Mei 2023 19:14 WIB
Dan berbeda dengan Big Ben, di jidatnya yang diterangi dua juta lampu LED tertulis, "Allahu Akbar".
Di Abraj al-Bait ada 20 lantai pusat belanja dan sebuah hotel dengan 800 kamar. Juga tempat tinggal. Garasinya bisa menampung 1.000 mobil.
Tapi para tamu dan penghuni juga bisa datang dengan helikopter (ada lapangan untuk menampung dua pesawat), karena ini memang tempat bagi mereka yang mampu menyewa, atau memiliki, kendaraan terbang itu. Ongkos semalam di salah satu kamar di Makkah Clock Royal Tower bisa mencapai 7.000.000 rupiah.
Dari ruang yang disejukkan AC itu orang-orang dengan duit berlimpah bisa memandang ke bawahnya, jauh ke bawah mengamati ribuan muslim yang bertawaf mengelilingi Kabah, bagai semut yang berputar mengitari sekerat cokelat.
Saya tak bisa membayangkan, bagaimana dari posisi itu akan ada orang yang bisa menulis seperti Hamka di tahun 1938. Apa kini artinya "di bawah lindungan Kabah?"
Justru kubus sederhana tapi penuh aura itu yang sekarang seakan-akan dilindungi gedung-gedung jangkung, terutama Abraj al-Bait yang begitu megah dan gemerlap dengan 21.000 lampunya yang memancar sampai sejauh 30 kilometer dan membuat rembulan di langit pun mungkin tersisih.
Betapa berubahnya Makkah. Atau jangan-jangan malah berakhir. "It is the end of Mecca," kata Irfan al-Alawi, Direktur Pelaksana Islamic Heritage Research Foundation di London, kepada The Guardian. Nada suaranya murung seperti juga suara Sami Angawi.
Baca Juga: Prediksi Pertandingan Newcastle vs Arsenal Dalam Laga Super Big Match Liga Inggris
Hampir 40 tahun yang lalu arsitek ini mendirikan Pusat Penelitian Ibadah Haji di Jeddah. Dengan masygul ia menyaksikan transformasi Mekah berlangsung di bawah kuasa para pengusaha properti dan pengembang.