Agama dan Pencerahan: Review Pemikiran Denny JA tentang Agama Sebagai Warisan Kultural
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 25 April 2023 09:11 WIB
Seperti disinggung sebelumnya, Gaus dan Denny JA mengutip penelitian yang dibuat Harvard tentang kebahagiaan manusia. Mereka berdua tampak begitu terpesona dengan nama besar Harvard, sampai kehilangan sikap kritis yang diperlukan.
Penelitian itu sampai pada kesimpulan, bahwa hubungan hangat antar manusia (personal relationship) merupakan kunci kebahagiaan. Itu lebih penting daripada uang maupun kekuasaan.
Pandangan elitis semacam ini mengaburkan fakta kemiskinan dan kebodohan yang membuat manusia menderita. Seolah dengan hubungan keluarga dan pertemanan yang hangat, orang tidak perlu lagi berjuang untuk keadilan sosial.
Gaus dan Denny JA juga melihat pentingnya agama untuk menaruh perhatian pada harmoni antar manusia. Di permukaan, ini terkesan indah, namun menutupi fakta, bahwa kerap kali konflik diperlukan untuk mewujudkan dunia yang adil.
Harmoni tidak boleh menjadi ideologi tertutup yang dianggap mutlak. Kehangatan hubungan antarpribadi tidak boleh menjadi pembenaran terhadap ketidakadilan serta penindasan yang ada.
Kebahagiaan pribadi tidak boleh menjadi tujuan utama hidup, seperti pandangan sempit yang disebarkan oleh para elite kapitalis global.
Agama bukan hanya soal kebahagiaan dan kehangatan hidup semata, tetapi juga perjuangan (yang kerap kali penuh konflik) untuk mewujudkan keadilan sosial bagi semua.
Gaus dan Denny JA juga berbicara soal sikap positif. Bagi mereka, segala hal harus dilihat dari kaca mata positif. Ini penting, supaya kepribadian yang optimis bisa tercipta.
Gaus mengutip beberapa penelitian yang menjelaskan, bahwa sikap optimis akan membuat manusia lebih sehat, dan panjang umur.
Gaus dan Denny JA tampak terjebak pada ideologi berpikir positif. Sejatinya, dunia ini tidak positif. Ia juga tidak negatif. Itu semua hanya penilaian yang dibuat manusia, seturut dengan cara berpikir yang dibentuk oleh masyarakatnya.