Agama dan Pencerahan: Review Pemikiran Denny JA tentang Agama Sebagai Warisan Kultural
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 25 April 2023 09:11 WIB
Positivisme hanya mengakui kenyataan inderawi sebagai sumber pengetahuan. Hal-hal lainnya tidak dianggap layak sebagai dasar pengetahuan. Ini termasuk agama, teologi, dan filsafat metafsika yang bergerak abstrak melampaui pengalaman inderawi.
Saintisme adalah ideologi kuat di dalam sains dan teknologi modern. Intinya sederhana, bahwa sains adalah satu-satunya kebenaran yang layak untuk dipertahankan. Yang lainnya, termasuk agama, hanya mitos yang memperbodoh dan mempermiskin manusia.
Denny JA, sebagaimana dibaca oleh Gaus, tidak cukup peka melihat ideologi-ideologi yang berbahaya di dalam sains dan teknologi modern.
Data kuantitatif yang dipujanya merupakan anak kandung dari saintisme dan positivisme ini. Angka dianggap cermin dari kenyataan.
Secara epistemologis dan metodologis, ini adalah sebuah kesalahan besar dan sangat mendasar. Sesungguhnya, mengutip banyak angka dan statistik tidak memperkuat dasar pengetahuan, melainkan hanya melahirkan kesan seolah-seolah ilmiah, namun kerap kali menyesatkan.
Gaus, ketika membahas pemikiran Denny JA, juga banyak mengutip eksperimen perilaku manusia dari ilmu psikologi dengan tidak kritis.
Eksperimen itu bersifat partikular, dan tidak bisa dipukul rata, apalagi untuk masyarakat yang berbeda budaya.
Artinya, dari sebuah eksperimen, kita tidak bisa menarik prinsip yang berlaku untuk semua. Gaus dan Denny JA tampak terpana dan bersikap naif dengan sains modern, sambil kehilangan sikap kritisnya.
Dua, Denny JA, sebagaimana ditulis oleh Gaus, melihat agama sebagai bagian dari warisan kekayaan budaya dunia. Namun, tak semua agama layak mendapatkan pengakuan luhur itu.
Tak semua agama baik untuk kehidupan. Begitu judul tulisan saya tentang agama kematian beberapa waktu lalu (bisa dilihat di www.rumahfilsafat.com)