Epilog Sembilan Pemikiran Denny JA tentang Agama di Era Google
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 19 Maret 2023 18:29 WIB
Denny menawarkan jalan tengah. Daripada agama dipahami sebagai kebenaran mutlak yang akhirnya ditinggalkan oleh para pemeluknya yang "tercerahkan", atau berbenturan dengan klaim kebenaran mutlak agama lain, lebih baik melakukan transformasi pemahaman: Dari kebenaran mutlak menjadi warisan kekayaan kultural milik bersama umat manusia.
Saya kira inilah pemikiran terpenting dari Denny JA yang akan memberi kontribusi pada peradaban masa depan.
Kita tahu bahwa paham agama sebagai kebenaran mutlak telah memberi sumbangan signifikan bagi perpecahan umat manusia.
Sebab paham seperti itu secara alamiah menimbulkan rasa permusuhan dan bahkan kebencian kepada agama-agama yang berbeda. Permusuhan dan kebencian bisa ditransformasikan ke dalam tindakan kekerasan, diskriminasi, persekusi, dan aksi-aksi sejenis yang merusak tatanan masyarakat beradab.
Pemutlakan adalah sesuatu yang dilarang oleh agama. Sebab yang mutlak hanya Yang Maha Mutlak. Paham manusia, termasuk pahamnya tentang Tuhan dan agama, hanya nisbi belaka.
Paham ialah hasil penafsiran. Dan dalam agama, tidak ada tafsir tunggal setelah Nabi wafat. Yang tersisa ialah multi penafsiran, di mana satu sama lain saling berebut tafsir.
Di ruang publik yang bebas hal semacam itu sah-sah saja. Justru ruang publik penting sekali diisi oleh kelompok progresif agar tafsir mereka menjadi arus utama dalam isu-isu krusial saat ini seperti hak asasi manusia, kesetaraan gender, dan diskriminasi LGBT.
Perebutan tafsir itu sudah dilakukan oleh kalangan progresif di Amerika dan Eropa.
Dari sudut pandang ini, pemikiran jalan tengah Denny JA dapat diklaim menyelamatkan agama dari tafsir yang penuh murka menjadi lebih humanis.
Tapi berbeda dengan kaum sekularis dan ateis, Denny tidak menolak agama. Alih-alih, ia menyelami samudera agama dan mengambil mutiara yang tersimpan di dalamnya.