Visi Negarawan ke Depan Belum Jelas, Elite Politik Sibuk Omong Kosong
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 27 Juli 2023 12:05 WIB
ORBITINDONESIA.COM - Sudah tinggal 6 bulan lagi Pemilu 2024. Tetapi para elite politik masih tidak jelas apa visinya ke depan. Semua masih sibuk bahas omong kosong. Padahal tantangan ke depan sangat rumit.
Dampak dari krisis energi dan pangan yang dipicu oleh perang Rusia dan Ukraina dan kelanjutan dari pandemi COVID 19 tidak mudah selesaikan. Indonesia tidak baik baik saja.
Karena ketahanan ekonomi kita yang didukung oleh sumber daya keuangan global memang sangat renta terhadap goncangan eksternal. Apalagi hampir semua teknologi dan barang modal masih tergantung kepada asing.
Kalau visi kita masih bicara soal nilai nilai lama, mindset bahwa APBN adalah alat politik populis, kita akan terjebak kutukan hutang. Akan semakin membuat kita tidak punya posisi tawar yang kuat dihadapan sumber daya.
Akibatnya, sulit bagi kita untuk jadi negara besar dan diperhitungkan dunia. Tentu dampaknya sulit juga bagi kita untuk mendistribusikan kemakmuran. NKRI akan sulit bertahan.
Presiden mendatang harus punya visi negarawan mempersatukan semua potensi yang ada dan mendorong terjadinya transformasi ekonomi komoditi tradional menjadi negara industri berbasis SDA.
Hilirisasi harus disikapi secara menyeluruh. Bukan hanya sektor pertambangan tetapi juga sektor agro dan bahari. Karenanya sudah saatnya presiden mendatang harus punya keberanian meningkatkan anggaran riset.
Tanpa adanya keadilan soal penguasaan sumber daya dan masih terjebak dengan sistem birokrasi akan sangat sulit kita melakukan transformasi.
Presiden harus mampu lebih dulu mengubah mindset birokrasi menjadi meritokrasi.
Sehingga rasa keadilan tercipta di masarakat. Kemudian perubahan politik dapat dilakukan secara prudential. Mulailah duduk bersama dengan semua komponen bangsa untuk membuat konsensus tentang manifesto Pancasila sebagai ideologi.
RUU HIP disahkan sebagai UU. Agar apa? agar kita sebagai anak bangsa bisa fokus kepada hal-hal yang produktif. Tantangan ke depan memang sangat berat. Tanpa itu, sulit kita bisa bergerak serentak.
Tiap hari hanya ributkan soal omong kosong. Sementara China dan negara lain sedang sibuk menguasai iptek ruang angkasa. Rekayasa iklim, dan rekayasa nano teknologi
Perekonomian dunia telah melalui periode transformasi besar sejak 1964. Laju kemajuan teknologi dan integrasi internasional yang menakjubkan telah menghasil global society di mana negara-negara menjadi lebih dekat karena mode komunikasi yang lebih cepat dan lebih baik.
Hubungan perdagangan dan keuangan yang lebih kuat daripada yang bisa dibayangkan 50 tahun yang lalu. Perekonomian dunia bergerak dari konfigurasi bipolar ke multipolar dengan ekonomi pasar berkembang yang sekarang menyumbang bagian terbesar dari pertumbuhan global.
Baca Juga: Kasus Suap Pengadaan Alat Deteksi Korban Reruntuhan Basarnas, KPK Sita Uang Hampir Rp1 Miliar
Ada banyak kemajuan dalam meningkatkan standar hidup di berbagai penjuru dunia. Namun, krisis ekonomi sebagai dampak dari sebuah proses perubahan tidak bisa dihindari zaman.
Masih banyak yang harus dilakukan untuk memperbaiki kebijakan makroekonomi dan keuangan agar dapat merespons krisis dengan lebih baik dan mengurangi kemiskinan dan ketidaksetaraan.
Bahwa ekonomi negara maju kemungkinan akan memasuki periode stagnasi sekuler karena kebijakan yang salah arah. Hari-hari pertumbuhan yang kuat telah berlalu karena inovasi hari ini kurang bermanfaat daripada penemuan besar di masa lalu.
Tapi, bagaimanapun, selalu ada harapan. Bahwa ekonomi global memiliki potensi besar untuk menghasilkan dosis pertumbuhan yang sehat dalam beberapa dekade mendatang. Asalkan Inovasi, kebijakan yang dirancang dengan baik, dan pasar berkembang yang dinamis serta frontier economies dapat membantu mewujudkan harapan itu.
Tidak ada yang bisa memprediksi secara akurat perubahan yang dialami ekonomi dunia selama setengah abad terakhir. Dan tidak ada yang bisa memprediksi masa depan. Tapi satu prediksi yang benar hari ini seperti dalam lagu Dylan yang berusia 50 tahun: “waktunya berubah.” Hanya mereka yang hebat yang bisa memahami perubahan itu dan sukses melewatinya.
Jauh sebelum COVID-19, teknologi Revolusi Industri Keempat telah membawa reorganisasi rantai nilai global yang melibatkan relokasi produksi yang signifikan.
Pandemi telah mempercepat tren ini, karena ketahanan dan ketergantungan produksi menjadi lebih penting, dan baik otomatisasi maupun "reshoring" (mengembalikan produksi ke negara asalnya) memungkinkan penyesuaian yang lebih fleksibel terhadap perubahan permintaan, mengurangi risiko perusahaan dalam terjadinya pandemi atau guncangan eksternal lainnya.
Integrasi regional tidak hanya dapat meningkatkan arus perdagangan, tetapi dapat memfasilitasi perubahan struktural, karena mungkin lebih mudah bagi perusahaan lokal untuk mengekspor barang dengan nilai tambah yang lebih tinggi ke pasar regional daripada pasar internasional.
Integrasi ekonomi melalui perjanjian perdagangan juga dapat mendorong ketahanan. Penelitian UNCTAD baru-baru ini menunjukkan bahwa perdagangan dalam perjanjian perdagangan relatif lebih tahan terhadap penurunan perdagangan global COVID-19.
Pada saat yang sama, digitalisasi yang didorong oleh pandemi mengharuskan negara-negara untuk memprioritaskan infrastruktur digital dan investasi rantai pasokan mereka. Digitalisasi pelabuhan dan badan-badan perbatasan publik adalah contohnya.
Otomatisasi bea cukai, pemrosesan data pra-kedatangan, optimalisasi panggilan port, dan solusi digital lainnya dapat membantu mempercepat penanganan pelabuhan dan operasi bea cukai.
Untuk mengatasi krisis rantai pasokan, negara berkembang memiliki peluang untuk mengembangkan dan memperkuat supply chain nasional melalui konsesus regional. Ini dapat memastikan bahwa terjadinya kolaborisasi antara usaha kecil dengan usaha besar untuk mengurangi biaya transaksi, investasi dan mendapat manfaat dari skala ekonomi.
Tumbuhnya Industri dan Manufaktur Indonesia yang mengandalkan SDA akan berkembang bila smart membaca situasi yang berkembang akan pentingnya rantai pasokan.
Baca Juga: Ada Upaya Penyelundupan 20 Kilogram Narkoba dari Malaysia ke Medan Sumatra Utara, Tapi…
Kalau kita fokus kepada kekuatan tawar sebagai negara pemilik SDA akan tidak sulit mendorong terjadinya kerjasama regional. Menjadi bagian dari pusat global supply chain. Kolaborasi regional ini akan juga mendorong terciptanya ekosistem ekonomi dan ekosistem financial bagi masuknya arus dana investasi global.
Yang lebih penting lagi, pembangunan dengan visi global berbasis sumber daya lokal sangat suitable bagi Indonesia yang dikenal sebagai negara agraris dan bahari. Semoga.
Dalam satu kesempatan saya diskusi dengan teman aktifis. Mereka tanya kepada saya soal visi seperti apa presiden mendatang setelah Jokowi nanti.
“Menurut saya. Presiden mendatang harus tahu diri seperti presiden sebelumnya.”
“Tahu diri apa?"
“Setiap presiden itu melanjutkan agenda presiden sebelumnya dan kemudian dia kembangkan agendanya sendiri. Contoh, SBY itu mewarisi sistem anggaran I form. Dia lakukan ekspansi APBN lewat sistem anggaran defisit.
Dia sukses meningkatkan PDB 4 kali lipat selama 10 tahun berkuasa. Menurunkan rasio utang dari 56,5 persen pada 2004 menjadi 24,7 persen di akhir kekuasaannya. SBY juga sukses membuat cetak biru pembangunan infrastruktur yaitu MP3EI.
Nah oleh Jokowi, kebijakan anggaran defisit itu diteruskan. Karena dia harus eksekusi MP3EI dalam program Indonesia sentris, dia perlebar ruang fiskal dengan mengurangi belanja rutin. Sehingga dia ada uang untuk eskalasi pembangunan infrastruktur.
Utang memang bertambah tetapi modal bruto negara juga meningkat. Saat dia berkuasa tahun 2014 aset negara Rp 3.910,3 triliun. Tapi tahun 2021 melesat jadi Rp. 11.000 triliun. Itulah fakta prestasi dia mengeksekusi MP3EI.
Nah presiden mendatang. Harus melanjutkan pembangunan di era Jokowi. Jangan sampai seperti Anies Baswedan, dia abaikan program Gubernur sebelumnya. Akibatnya costly.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Erick Thohir: PSSI Dukung Hukuman Maksimal
Karena membuat perencanaan baru itu perlu ongkos dan waktu yang tidak sebentar, dan belum tentu benar. Kenapa tidak melanjutkan yang sudah ada. Fokus kepada perbaikan saja dan pada waktu bersamaan tingkatkan.”
“Contohnya apa?"
“Saat sekarang ini kan Jokowi sudah membangun infrastruktur di segala bidang. Jalan tol, bandara, pelabuhan, KEK, bendungan, Jalur kereta dan lain lain. Nah, itu yang sudah dibangun diintegrasikan dalam program Indonesia super kuridor ekonomi nasional lewat konsep National Supply Chain Resource (NSCR).
Jokowi kan sudah membangun 19 KEK, itu dikembangkan dengan konsep NSCR. KEK yang ada, ubah jadi konsep NSCR sehingga punya magnit besar untuk menarik investor dalam dan luar negeri berinvestasi. Maka sektor real akan bangkit. Orang kerja, negara dapat pajak."
“ Apa sih yang dimaksud dengan NSCR?"
Saya tersenyum. “Dalam teori ekonomi pembangunan, dikenal istilah dengan distribusi kemakmuran. Itu terjadi karena lancarnya distribusi barang/jasa, modal, dan pasar. Untuk itu tidak hanya perlu aturan tetapi juga infrastruktur yang memungkinkan distribusi terjadi berkesinambungan. Jokowi sudah settle dengan tugasnya itu."
"Misal, KEK itu juga berfungsi jadi pusat logistik dan stokist semua komoditi utama kita. Kalau sumber daya alam terkonsentasi dalam KEK, maka itu otomatis akan menjadi pusat supply chain untuk memungkinkan orang membangun industri downstream secara masif.
Peluang terbuka bagi siapa saja. Keadilan ekonomi tercipta. Ya logika aja. Industri itu tumbuh kalau ada jaminan pasokan bahan baku. Tentu UU Ciptakerja harus segera di apply. Paham.”
“ Paham. Bagaimana dengan soal politik? Apa visi presiden berikutnya?"
“ Ya dia harus memperjuangkan disahkannya RUU HIP (Haluan Idiologi Pancasila). Jadi kalau ada orang seenaknya terjemahkan Pancasila, bisa dipidana. Kan lucu saja negara sebesar Indonesia ini tidak punya manifesto politik. Konyol kan. Dengan disahkannya RUU HIP itu, tidak ada lagi cebong dan kampret. Semua satu. Fokus ke kerja saja,“ kata saya tersenyum.***
(Sumber: Babo)