Retno Priyani: Maaf, Saya Terlambat
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 30 Januari 2023 11:10 WIB
Saya tidak jengkel, tidak marah dan tetap senang hati menghadapi mereka. Dengan suasana hati yang positif, saya tetap bersemangat dalam mengajar. Saya tidak terganggu dengan kelakuan mahasiswa saya, yang sering kali tidak sesuai dengan harapan saya.
Tanpa rasa jengkel dan marah, saya dapat mendekati mahasiswa, dan saya dapat memberi tahu mereka hal-hal yang sebaiknya dilakukan tanpa menyinggungnya.
“Maaf, Ibu. Saya terlambat.”
Seorang mahasiswa yang sudah biasa terlambat, kali ini terlambat lagi. Ia tampak kurang tidur, wajahnya kusut. Ia segera duduk di baris paling belakang dan mencoba mengikuti kuliah. Sambil mengajar, saya sempat melihatnya ia terkantuk-kantuk.
Baca Juga: Manajemen Arema FC Buka Dialog Terkait Pengrusakan Kantor oleh Aremania
Makin kuamati, makin kuat dugaanku bahwa ia kesulitan mengikuti kuliah dengan baik. Berkali-kali saya mencuri pandang untuk melihatnya.
Ia tampak malu ketika saya memergoki ia sedang tidur, dan pas bangun, matanya bertatapan pandang dengan mata saya. Ia menjadi tampak gelisah dan tidak tenang.
Saya senang, ketika sehabis kuliah ia meminta waktu bertemu. Di dalam ruang kerja saya, ia ceritakan alasan keterlambatannya selama ini. Juga alasan keterlambatannya hari ini. Ternyata ia terlambat bukan karena malas.
Mahasiswa itu, sebut saja namanya Galih, adalah anak bungsu dari 4 saudara. Bapaknya sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Kakak-kakaknya sudah meninggalkan rumah karena bekerja atau menikah. Ia menjadi anak satu-satunya yang masih tinggal bersama ibunya.
Baca Juga: Kabupaten Nagan Raya Aceh Promosikan Arung Jeram untuk Tarik Turis
“Ibu saya sudah sepuh, Ibu. Saya satu-satunya anak yang masih di rumah, dan saya harus merawat Ibu dulu sebelum berangkat kuliah. Saya harus memandikan Ibu saya, mengganti pakaiannya dan merapikan tempat tidurnya, sebelum saya ke luar rumah.