Syaefudin Simon: Ateisme dan Tuhan Impersonal
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 16 Januari 2023 11:09 WIB
Kata Dr. Haidar Bagir, ada dua macam iman kepada Tuhan. Pertama iman personal (menganggap Tuhan sebagai sosok yang serba maha). Kedua iman impersonal (menganggap Tuhan sebagai hukum alam yang mengatur keseimbangan universe, ada di mana pun).
Umumnya agama Semit (Islam, Kristen, Yahudi) lebih menekankan pada iman personal. Tuhan dipercaya sebagai sosok. Sebagai pribadi. Sebagai Person.
Sedangkan agama-agama Hindustan dan Asia Timur, penekanannya pada iman impersonal. Tuhan ada di mana-mana. Di setiap titik air hujan, di setiap butir pasir di gurun, dan di setiap entitas mikro dan makro.
Baca Juga: Hanri Setiadi Sosok Polisi yang Pernah Viral Tak Gentar Melawan Habib Rizieq Meninggal Dunia
Sidharta Gautama dan Jalaluddin Rumi -- juga Einstein dan Hawking -- adalah contoh orang yang lebih memahami Tuhan secara impersonal. Rumi memahami Allah sebagai Cinta Kasih. Einstein memahami Allah sebagai Harmoni Hukum Alam.
Tentu saja, syariat beriman impersonal berbeda dengan beriman personal. Nabi Muhammad menyatakan berzikir mengkaji ilmu pengetahuan pahalanya lebih besar dari salat seribu rakaat.
Itulah ibadah kaum beriman impersonal. Amalan terbaik bagi manusia, kata Mirza Ghulam Ahmad, adalah mencari ilmu dan menuliskannya.
Dengan demikian, kata Haidar Bagir, bukan tidak mungkin orang yang kita tuduh sebagai ateis, hakikatnya lebih beriman dari kita.
Baca Juga: Yenny Wahid: NU Harus Relevan dengan Zaman dan Melayani Masyarakat
Orang ateis yang humanis dan banyak berderma, misalnya, sesungguhnya dia lebih beriman ketimbang orang yang mengaku beragama tapi suka menyebarkan kebencian dan teror.