Dengan Artificial Intelegence, Menumpahkan Keheningan ke Kanvas Lukisan
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Senin, 28 November 2022 08:34 WIB
-000-
Kedua, karya kita tetap bisa dibedakan dengan karya orang lain, walau menggunakan aplikasi yang sama. Bukankah selama ini juga para pelukis menghasilkan karya berbeda walau menggunakan kuas, cat air dan kanvas yang sama.
Walau menggunakan alat yang sama, aplikasi yang sama, tetap ada personalisasi dari sang kreator. Itu yang penting. Itu yang membuat beda.
Baca Juga: Denny JA: Krisis Ekonomi Sering Menjadi Ibu Kandung Krisis Politik
Di dunia lukisan, saya memilih aliran ekspresionism gaya Van Gogh. Aplikasi lukisan yang ada, saya arahkan ke genre itu. Namun berbeda pula dengan Van Gogh, saya menambahkan hal lain lagi.
Saya ingin sedikit berbagi pengalaman perkenalan batin saya dengan Van Gogh yang sudah wafat lebih dari seratus tiga puluh tahun lalu (1890).
“Saya bermimpi melukis, kemudian saya melukis mimpi saya.” Ini kalimat yang dikatakan oleh salah satu pelukis raksasa Van Gog.
Semasa hidupnya, 1882-1885, Van Gogh sudah mengekspresikan mimpinya dalam lebih dari 900 lukisan. Namun ia hanya berhasil menjual satu lukisan saja semasa hidupnya, berjudul Red Vanyard at Arles. (2)
Baca Juga: Denny JA: Negara yang Kuat dan Bersih Butuh Polisi yang Juga Kuat dan Bersih
Lukisan itupun dibeli oleh keluarga dari sahabatnya sendiri: Anna Boch.