Bahaya Populisme Islam dalam Politik Indonesia
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Selasa, 19 Juli 2022 03:28 WIB
Baca Juga: Ketampanan Nabi Muhammad SAW dan Nabi Yusuf
Dan kita tahu, Kennedy akhirnya menang. Hal yang sama terjadi pada McCain dan Obama. McCain menolak untuk berkampanye rasisme atau populisme kulit putih dengan menonjok Obama yang berkulit hitam dan keturunan Afrika.
McCain menghindari kampanye macam itu demi menjaga persatuan Amerika. Kata Mc Cain, bagaimana pun Obama adalah warga negara AS dan punya hak untuk dipilih sebagai presiden. Hasilnya, Obama menang.
Ketika hal itu ditanyakan Usman kepada Anies, jawab sang gubernur: Siapa yang menang? Maksudnya, kekalahan kedua capres AS tersebut karena tidak melakukan kampanye populisme.
Bayangkan, seandainya Anies menjadi capres, niscaya kampanyenya akan mengusung populisme Islam. Ia telah merasakan keberhasilannya.
Baca Juga: Berani Berantas Mafia Tanah, FKMTI Apresiasi Menteri ATR BPN Hadi Tjahjanto
Sayangnya, sikap Nixon dan Mc Cain itu kemudian diobrak-abrik Donald Trump, yang berkampanye menggunakan strategi populisme. Dan publik Amerika pun terbelah.
Dalam merayakan keunggulannya di Pilkada DKI, Anies sekali lagi menyatakan bahwa keberhasilannya menduduki orang nomor satu di Jakarta adalah kemenangan pribumi. Kata pribumi, menurut Usman, adalah bagian dari narasi politik populisme.
Anies ingin menunjukkan bahwa Ahok bukanlah pribumi. Karena Ahok bukan orang asli Indonesia. Kata pribumi yang disebutkan Anies, kemudian "bergerak liar" sehingga menjadi slogan penting dalam politik populisme Islam.
Maka, pribumi pun identik rakyat. Pribumi identik kaum tertindas. Dan pribumi identik muslim.
Baca Juga: TNI AU Sudah Gunakan Pesawat T-50 Golden Eagle Sejak 2013