Catatan Denny JA: Ketika Suara Rakyat Ditukar Liter Solar
- Penulis : Krista Riyanto
- Jumat, 18 Juli 2025 07:06 WIB

Kita hidup di era ketika industri energi bukan sekadar penggerak ekonomi, tapi pendonor utama pesta demokrasi.
Contoh paling vulgar adalah Brasil: skandal Petrobras menyeret presiden, anggota parlemen, hingga eksekutif top ke penjara.
Di Nigeria, “oil bunkering” ilegal melahirkan tentara bayaran yang lebih setia pada pengusaha energi daripada konstitusi.
Baca Juga: Sebulan Menuju Kemenangan Prabowo-Gibran Terbuka Lebar, Inilah Analisis Denny JA
Dan Indonesia? Kita punya cerita sendiri: Petral, anak usaha Pertamina yang pernah menjadi ladang mafia impor minyak.
Ada juga permainan tender yang membiayai koalisi politik. Surat izin tambang berubah menjadi mata uang politik: siapa mendukung siapa, akan dapat konsesi dimana.
Banyak suara rakyat ditukar satu kontrak blok migas. Itulah mata uang baru demokrasi.
Negara yang hidup dari rente minyak kerap menjadi negara yang malas. Pajak tak lagi dikembangkan secara adil.
Regulasi tunduk pada pemain besar. Dan pembangunan institusi demokrasi tertunda, karena yang diperlukan bukan sistem meritokrasi, tapi jaringan loyalis yang bisa mengamankan blok eksplorasi.
Kita bisa belajar dari sejarah:
Baca Juga: Akankah Pilpres 2024 Berlangsung Satu Putaran? Inilah Analisis Denny JA
• Di era Orde Baru, Soeharto membagikan ladang minyak kepada kroni dan militer. Dari sinilah tumbuh kekuatan bisnis-politik yang kini masih bertahan, dengan wajah baru.