Catatan Denny JA: Bangkitnya Negara Minyak Melawan Super Power Dunia
- Penulis : Krista Riyanto
- Sabtu, 12 Juli 2025 18:28 WIB

Mereka dijuluki “The Seven Sisters”: Exxon, Shell, BP, Mobil, Chevron, Gulf, dan Texaco. Mereka menentukan harga, volume produksi, dan keuntungan. Negara-negara penghasil minyak hanya menerima sisa.
OPEC muncul sebagai bentuk nasionalisme energi. Ketika krisis Yom Kippur pecah pada 1973, OPEC menghentikan ekspor ke negara-negara pendukung Israel.
Harga minyak melonjak 400% dalam setahun. Dunia panik. Antrian mobil di SPBU Amerika melingkar seperti ular lapar. Industri Eropa lumpuh.
Baca Juga: Analisis Denny JA: Setelah Amerika Serikat Menjatuhkan Bom ke Iran
Untuk pertama kalinya, negara-negara “Global South” memegang kendali atas denyut ekonomi global. Itu dilakukan bukan dengan tank, tapi dengan barel minyak.
OPEC bukan perusahaan. Bukan negara. Bukan agama. Tapi ia bisa membuat dunia resesi dalam semalam.
Strukturnya pun unik. Ia bekerja lewat konsensus, menetapkan kuota produksi untuk anggotanya. Jika pasokan terlalu banyak, harga turun. Maka kuota dipotong. Jika pasokan ketat, harga naik. Maka produksi dibuka.
Baca Juga: Analisis Denny JA: Indonesia Jadi Tempat Paling Aman Jika Pecah Perang Dunia Ketiga
Namun di balik mekanisme itu, tersembunyi dilema moral: semua ingin harga tinggi, tapi banyak anggota melanggar kuota secara diam-diam. Ini tragedi klasik yang oleh ekonom disebut moral hazard.
Dalam sistem ekonomi liberal global, OPEC adalah paradoks: ia melawan pasar bebas dengan cara tertutup—namun hasil keputusannya diterima oleh Wall Street dan Beijing, oleh Paris dan Jakarta.
–000–
Baca Juga: Analisis Denny JA: Dari Gencatan Senjata Iran-Israel Menuju Masa Depan Palestina Merdeka?
Jika OPEC adalah kerajaan, maka Arab Saudi adalah rajanya—meski tanpa mahkota resmi.