DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Darah Negara Minyak

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Namun dalam petrostate, sering kali minyaklah yang memilih siapa yang tetap bertahan.

• Rusia: Vladimir Putin membangun kekuasaan lewat Gazprom dan Rosneft. Minyak jadi alat patronase dan represi.

• Arab Saudi: Kerajaan absolut yang mendistribusikan kekayaan migas melalui subsidi—tanpa parlemen, tanpa oposisi.

Baca Juga: Catatan Hamri Manoppo: Denny JA dan Peluang Nobel Sastra, Dari Puisi Esai Menuju Pengakuan Global

• Indonesia, Orde Baru: Soeharto menikmati stabilitas harga migas di era 1970-an. Tapi ketika harga anjlok di 1997, krisis finansial datang, dan rezim pun runtuh.

Kekuasaan di petrostate sering bersifat rente: Bukan didasarkan pada suara rakyat, tapi pada akses ke pipa minyak.

Menurut Transparency International, 9 dari 10 negara penghasil minyak terbesar berada di zona merah korupsi.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ketika Sejarah tak Menceritakan yang Sebenarnya

Dana publik mengalir bukan ke sekolah atau rumah sakit, melainkan ke jet pribadi dan vila elite.

Indonesia pun pernah mengalami ini: dari kisah mafia migas, Petral, hingga mark-up impor BBM.

Setiap menteri energi mewarisi “peta selang” distribusi yang jarang bersih.

Baca Juga: Catatan Denny JA: Ujung Perang Israel Lawan Iran, Perang Tak Henti atau Solusi Dua Negara?

Subsidi BBM menjadi candu populis. Rakyat marah saat dikurangi. Negara pun gemetar.

Halaman:

Berita Terkait