In Memoriam Wina Armada: Hoaks dan Kematian Kebenaran
- Penulis : Krista Riyanto
- Kamis, 03 Juli 2025 18:38 WIB

Itu istilah untuk mereka yang tak terlatih, tak terikat etika, hanya mengejar kecepatan, bukan kebenaran.
“Jurnalisme bukan hanya soal menyebarkan informasi,” katanya, “tapi soal tanggung jawab.”
Apa yang membuat Wina mengeluarkan peringatan itu?
Ia memahami bahwa struktur masyarakat telah berubah. Dulu, hanya pers yang bisa menyebar berita massal. Kini, semua orang bisa.
Tapi tak semua orang punya integritas jurnalistik. Demokratisasi informasi tanpa kesadaran etik melahirkan lahan subur bagi hoaks.
Ia juga mencemaskan kemunduran industri berita. Media cetak melambat, iklan beralih, dan pers profesional kehilangan pijakan.
Baca Juga: Lukisan Karya Denny JA dengan Bantuan Artificial Intelligence: Handphone, Kita Dekat Sekali
Dalam kekacauan itu, hoax tak lagi sekadar gangguan. ia menjelma menjadi pengganti kebenaran.
Karena itu, bagi Wina, sanksi tak bisa lagi bersifat administratif. Ia harus menjadi penanda tegas bahwa penyebaran hoaks dari dalam tubuh pers adalah pengkhianatan pada profesi.
Sejarah membuktikan betapa berbahayanya hoax.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Merekam Sejarah yang Luka Dalam Sastra
Tahun 1994, Rwanda dihancurkan oleh radio RTLM yang menyebar hoaks dan ujaran kebencian. Kelompok Tutsi disebut “kecoa.”