DECEMBER 9, 2022
Kolom

Catatan Denny JA: Perbanyak Sastra di Ruang Publik

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

Menyambut Festival Puisi Esai ASEAN ke-4, di Sabah, Malaysia, 27–28 Juni 2025

ORBITINDONESIA.COM - Menyambut Festival Puisi Esai ASEAN Ke-4 di Sabah, Malaysia, saya teringat kota kecil Hay-on-Wye, di perbatasan Inggris dan Wales.

Setiap tahun, di kota mungil itu, ribuan pencinta buku berbondong-bondong hadir dalam Hay Festival. 

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Ketika Kita Diam Saja Melihat 1300 Anak-anak Dibunuh

Didirikan pada 1988 oleh Peter Florence dan ayahnya, festival ini bermula dari perayaan sederhana di sebuah toko buku bekas. Namun kini, Hay Festival menjelma menjadi salah satu festival sastra paling berpengaruh di dunia. 

Bahkan Bill Clinton pernah menyebutnya sebagai “Woodstock of the mind.”

Begitulah kuasa sebuah festival tahunan: ia lebih dari sekadar agenda kebudayaan. Ia adalah titik temu imajinasi kolektif—napas harapan bagi peradaban.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: 100 Tahun Gedung Bunga Rampai

Festival seperti ini—apakah ia merayakan film di Cannes, musik di Glastonbury, atau puisi di Medellín—menjadi ruang spiritual di mana manusia menyapa dirinya sendiri melalui karya orang lain.

Mengapa kita butuh festival tahunan? Karena di tengah kebisingan algoritma, gempuran berita palsu, dan kesunyian batin yang remuk, festival adalah suara tenang yang memanggil manusia kembali pada akarnya: pada puisi, cerita, dan rasa. 

Ia menyegarkan kembali jiwa publik dari mati rasa.

Baca Juga: Catatan Hamri Manoppo: Denny JA dan Peluang Nobel Sastra, Dari Puisi Esai Menuju Pengakuan Global

-000-

Halaman:

Berita Terkait