Catatan Denny JA: Einstein Mengenakan Batik dan Kisah Salvador Dali
- Penulis : Krista Riyanto
- Rabu, 02 Juli 2025 12:55 WIB

Bagi Dalí, gagasan tentang mimpi bukan teori belaka, melainkan peta menuju jiwa terdalam. Setiap lukisan Dalí—jam meleleh, semut, mata, bayangan ganda—adalah interpretasi visual atas konsep Freudian seperti represi, id, dan obsesi seksual.
Pertemuan mereka di London pada 1938 adalah peristiwa spiritual bagi Dalí: ia bertemu sumber sungai inspirasinya.
Tanpa Freud, lukisan-lukisan Dalí hanyalah absurditas. Bersama Freud, mereka menjadi cermin batin umat manusia.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Ujung Perang Israel Lawan Iran, Perang Tak Henti atau Solusi Dua Negara?
-000-
Saat itu, saya sudah melukis lebih dari 600 lukisan. Semua terpajang di delapan galeri hotel di Jakarta dan Jawa Barat.
Hari itu, saya merasa kecil. Lukisan-lukisan saya belum punya bahasa. Belum punya jiwa yang utuh. Belum seperti genre yang cukup disebut dalam satu nama: Van Gogh. Dalí. Picasso.
Baca Juga: Catatan Denny JA: Perbanyak Sastra di Ruang Publik
Saya pun membaca ulang sejarah mereka. Tak satu pun para maestro ini langsung menemukan jati dirinya. Semua gelisah di awal, dan baru menemukan ciri khas pada tahun ke-6 hingga ke-10, di lukisan ke-100 hingga ke-400.
Hati saya tenang. Mungkin saya sedang menuju ke sana.
Dari perenungan itu, lahirlah satu nama dalam keheningan:
Baca Juga: Catatan Denny JA: Prabowo Subianto Sangat Populer, Tapi Publik Mulai Cemas Tentang Ekonomi
Imajinasi Nusantara.