DECEMBER 9, 2022
Buku

"Islam Doktrin Dan Peradaban": Menyelami Gagasan Progresif Nurcholish Madjid

image

ORBITINDONESIA.COM - Di tengah dinamika zaman yang ditandai oleh polarisasi agama dan kebangkitan formalisme keagamaan, buku Islam: Doktrin dan Peradaban karya Nurcholish Madjid hadir sebagai penanda penting dalam upaya memikirkan kembali Islam secara lebih terbuka, rasional, dan membebaskan.

Buku ini tidak hanya menyajikan pemikiran normatif tentang ajaran Islam, tetapi juga menggali bagaimana Islam sebagai kekuatan nilai mampu membentuk peradaban yang inklusif dan berkeadaban.

Buku ini merupakan kumpulan esai dan ceramah Cak Nur—begitu ia akrab disapa—yang ditulis dalam rentang waktu panjang dan mewakili refleksi pemikirannya tentang berbagai aspek ajaran Islam, mulai dari teologi (tauhid), hukum Islam, tasawuf, hingga etika sosial dan dinamika modernitas.

Baca Juga: Buku Karen Armstrong, The Lost Art of Scripturalism

Dalam struktur bukunya, Cak Nur menyusun tulisannya dalam empat bagian utama: pertama, tentang dimensi keimanan dan pembebasan manusia; kedua, tentang ilmu keislaman tradisional; ketiga, tentang etika dan masyarakat; dan terakhir, tentang Islam dalam dunia modern.

Salah satu konsep paling mendalam dan khas dari Cak Nur yang menjadi benang merah buku ini adalah pemaknaan ulang terhadap tauhid.

Ia menolak melihat tauhid semata sebagai pengesaan Tuhan dalam bentuk formal-teologis, melainkan sebagai landasan pembebasan manusia dari segala bentuk penghambaan—baik terhadap manusia lain, kekuasaan, maupun ideologi duniawi.

Baca Juga: Buku John Palmeyer, “Ketika Iman Jadi Ancaman: Refleksi Kritis dalam Is Religion Killing Us?”

Di sinilah Islam tampil bukan hanya sebagai agama ritual, tetapi sebagai sistem nilai emansipatoris yang mendorong keadilan dan martabat manusia.

Lebih lanjut, Cak Nur menegaskan pentingnya keterbukaan terhadap ilmu dan pembaruan pemikiran keislaman. Ia tidak alergi terhadap istilah "sekularisasi", yang dalam kacamata banyak kalangan dianggap negatif.

Baginya, sekularisasi justru berarti pemurnian agama dari kepentingan duniawi, agar agama tetap menjadi kekuatan moral, bukan alat kekuasaan. Dalam konteks ini, ia membela posisi Islam yang ramah terhadap demokrasi, hak asasi manusia, dan pluralisme.

Baca Juga: Buku “Tembok Berusia 80 Tahun” Karya Psikiater Hideki Wada: Rahasia Menjadi Lansia yang Bahagia dan Sehat

Sebagai tokoh yang meyakini bahwa Islam adalah agama peradaban, Cak Nur menempatkan ilmu pengetahuan dan kebudayaan sebagai instrumen penting dalam membangun masyarakat Islam yang maju.

Ia menolak romantisme masa lalu dan mengajak umat Islam untuk menggali nilai-nilai progresif dalam warisan klasik Islam, lalu mengaplikasikannya secara kreatif dalam konteks kekinian.

Buku ini memiliki kedalaman analisis dan keluasan perspektif. Cak Nur dengan luwes mengaitkan pemikiran-pemikiran klasik dengan wacana modern, serta menghidupkan kembali semangat ijtihad yang sudah lama mati di kalnagan umat. 

Gaya bahasanya cenderung akademik dan filosofis, tetapi selalu jernih dan logis. Ia menantang pembaca untuk tidak hanya percaya, tapi juga berpikir dan merenung.

Buku ini memiliki posisi penting dalam khazanah pemikiran Islam Indonesia. Ia adalah penanda bahwa Islam bukan sekadar warisan, tetapi tugas sejarah—untuk terus dimaknai, diperbarui, dan dijalankan dalam semangat zaman.

Di tengah tantangan intoleransi, politisasi agama, dan semangat anti-intelektualisme, karya ini tampil sebagai ajakan untuk mengembalikan Islam sebagai jalan peradaban: inklusif, rasional, dan membebaskan.

Melalui Islam: Doktrin dan Peradaban, Nurcholish Madjid tidak hanya menulis tentang Islam, tetapi juga mewariskan cara berpikir yang dewasa, yang menempatkan agama bukan sebagai identitas yang memisah-misahkan, melainkan sebagai sumber pencerahan dan kemajuan bersama.***

Halaman:

Berita Terkait