DECEMBER 9, 2022
Internasional

Pada Momen Iduladha, Warga Afghanistan Bergulat dengan Kesulitan Ekonomi di Tengah Sanksi AS

image
Seorang tukang jagal muda, yang memegang seekor domba, menunggu pembeli di sebuah pasar menjelang Idul Adha di Kabul, ibu kota Afghanistan, pada 4 Juni 2025. (Xinhua/Saifurahman Safi)

ORBITINDONESIA.COM -- Ketika umat Islam di seluruh dunia bersiap untuk merayakan Iduladha, atau Hari Raya Kurban, jutaan orang di Afghanistan bergulat dengan kemiskinan, kelaparan, dan keterpurukan ekonomi yang semakin parah.

Najibullah, seorang warga Kabul berusia 45 tahun, melakukan perjalanan dari Kabul utara ke sebuah pasar ternak di bagian selatan kota dengan harapan dapat membeli seekor domba untuk kurban Iduladha.

"Saya tiba di sini pada pukul tujuh pagi untuk membeli seekor domba, tetapi seekor domba dengan bobot 20 kg dihargai sekitar 13.000 Afghani (1 Afghani = Rp232). Kami tidak mampu membelinya," katanya kepada Xinhua dengan frustrasi.

Baca Juga: Taliban: Pengeboman Jet Tempur Pakistan di Afghanistan Tewaskan 46 Orang

Najibullah, pencari nafkah tunggal bagi keluarganya yang terdiri dari lima orang, menyebut aset-aset Afghanistan yang dibekukan di luar negeri sebagai faktor kunci di balik krisis ini. "Jika aset-aset milik warga Afghanistan yang dibekukan itu bisa dicairkan, maka akan terbuka lebih banyak peluang kerja. Akan ada lebih banyak proyek-proyek konstruksi. Masyarakat bisa mendapatkan pekerjaan, dan kehidupan kami akan lebih baik," katanya.

Dia memperkirakan bahwa hampir 70 persen warga Afghanistan tidak mampu membeli hewan kurban untuk Iduladha karena sanksi Amerika Serikat (AS) yang sedang berlangsung.

"Kebanyakan orang tidak punya cukup uang, jadi meja makan mereka sering kali kosong," imbuh Najibullah saat dia kembali ke rumah tanpa membeli daging. Alih-alih menyuguhkan daging domba, dia berencana untuk menyuguhkan buah-buahan kering kepada para tamu tahun ini.

Baca Juga: Beijing Ajukan Protes Keras ke Afghanistan Karena Penembakan Warga China oleh Afiliasi ISIS

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memperingatkan bahwa hampir separuh populasi Afghanistan, atau sekitar 22,9 juta orang, diperkirakan akan memerlukan bantuan kemanusiaan pada 2025, seiring dengan upaya negara tersebut yang terus berjuang memenuhi kebutuhan mendesak dan kronis masyarakatnya.

Naqibullah, seorang tukang jagal dari Provinsi Wardak, Afghanistan timur, melakukan perjalanan ke Kabul setiap tahun menjelang Iduladha untuk mencari nafkah. "Dulu, bisnis berkembang pesat, tetapi sekarang, hampir tidak ada pekerjaan dan pasar kerja sedang terpuruk," jelasnya.

Tukang jagal muda ini mengunjungi pasar setiap hari, mencari pelanggan hingga malam hari, namun tak ada tanda-tanda kondisi membaik. "Tahun ini, ekonomi kami sangat lemah sehingga saya tak mampu untuk berkurban. Bahkan, beberapa tetangga kami sampai tidak mampu membeli makan malam," keluh Naqibullah.

Baca Juga: Gebuk Afghanistan, Timnas Indonesia Juarai Grup C Piala Asia U17

Warga Afghanistan terus menyuarakan rasa frustrasi atas meningkatnya pengangguran dan kemiskinan yang semakin parah, karena sekitar 9 miliar dolar AS aset Afghanistan dibekukan oleh AS pada Agustus 2021.

Walaupun hanya sedikit pembeli yang terlihat berkeliling pasar hewan di Kabul, banyak peternak dari provinsi sekitar membawa ternak mereka dengan harapan bisa laku terjual.

Mohammad Younis, seorang pedagang ternak veteran di Kabul yang telah berpengalaman selama satu dekade, mengatakan bahwa pasar Iduladha tahun ini adalah yang terburuk yang pernah dia lihat. "Orang-orang ingin membeli sapi atau domba, tetapi harganya terlalu tinggi dan dompet mereka kosong, jadi mereka pulang dengan tangan hampa," ujarnya, sambil mengamati pasar dengan cemas untuk mencari calon pembeli.

Baca Juga: Pakistan Deportasi Lebih dari 84 Ribu Warga Afghanistan Sejak Akhir Maret 2025

Younis menyalahkan situasi yang memprihatinkan itu sebagian disebabkan oleh kebijakan AS. Dia percaya bahwa konflik dan pendudukan asing selama puluhan tahun telah menghancurkan fondasi ekonomi Afghanistan.

Seperti di negara-negara Muslim lainnya, Iduladha di Afghanistan secara tradisional dirayakan dengan menyembelih hewan kurban dan mengunjungi keluarga. Namun, bagi banyak orang tahun ini, Idul Adha menjadi pengingat yang menyakitkan akan kesulitan, alih-alih sebuah perayaan.

Shakir Yaqubi, seorang ekonom Afghanistan, mengatakan bahwa sanksi-sanksi keuangan AS telah melumpuhkan perdagangan dan menghentikan proses pembangunan di Afghanistan.

Baca Juga: Afghanistan Tolak Lagi Seruan Dunia Dirikan Pemerintahan Inklusif, Dalihnya Ikuti Kehendak Rakyat

"Iduladha kali ini, bagi banyak keluarga Afghanistan, lebih terasa sebagai hari penuh perjuangan ekonomi daripada hari perayaan," ujarnya. "Tanpa tindakan terkoordinasi dari pemerintah atau komunitas internasional, kemiskinan akan semakin dalam, dan perpecahan sosial akan semakin parah." ***

Halaman:
Sumber: Xinhua

Berita Terkait