DECEMBER 9, 2022
Kolom

Bilakah Donald Trump Mengambil Gaza? 

image
KH. Dr. Amidhan Shaberah, Komisioner Komnas HAM 2002-2007/Lembaga Kajian MPR RI 2019-2024 (Foto: Youtube)

Bagi Trump,  presiden AS yang menghabiskan sebagian besar masa jabatan pertamanya (2017-2021) untuk mengubah kebijakan AS di Timur Tengah —termasuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan — usulan mengambil alih Jalur Gaza merupakan bukti dari keberpihakannya kepada Israel tanpa reserve.

Tampak sekali sikap Trump tersebut sangat ekstrem, tanpa menghiraukan pendapat dunia internasional. 

Apakah tindakan Trump mewakili rakyat Amerika? Jelas tidak. Terbukti generasi muda AS di berbagai perguruan  tinggi Paman Sam melakukan protes terhadap kebijakan Trump untuk "menduduki' Gaza tersebut. Sebelumnya, tidak pernah ada presiden AS yang pernah berpikir bahwa menyelesaikan konflik Israel-Palestina akan menuju  pengambilalihan sebagian wilayah Palestina dan pengusiran penduduknya.

Baca Juga: China Jawab Usul Donald Trump tentang Pengurangan Jumlah Senjata Nuklir

Pengusiran paksa penduduk Jalur Gaza dari tanah kelahirannya tergolong pelanggaran berat terhadap hukum internasional dan hak asasi manusia (HAM). 

Bagi warga Palestina yang memimpikan punya negara sendiri, kehilangan sebagian wilayahnya akan terasa seperti kehilangan nyawa. 

Dan harap catat: lebih dari 75 persen anggota PBB mengakui Gaza sebagai bagian dari negara berdaulat Palestina. AS pun secara hukum internasional, termasuk di dalamnya traktat PBB, tidak memiliki dasar hukum untuk mengambil alih Gaza. 

Baca Juga: PM Spanyol Pedro Sanchez Kecam Trump: Tak Ada Real Estat Bisa Tutupi Kejahatan di Gaza

Kesimpulannya, dari perspektif apa pun  -- hukum internasional, hak asasi manusia, dan kedaulatan suatu negara --  Donal Trump tidak bisa mengambil-alih Gaza untuk menyelesaikan konflik Israel-Palestina. Tapi jika itu terjadi, tak ada kata lain yang pantas disebutkan kecuali bahwa Trump adalah budak Israel.

Itu sangat memalukan bagi bangsa besar 'melting pot' seperti AS yang pernah punya pemimpin sehebat Abraham Lincoln yang berhasil membebaskan perbudakan di negerinya. Dampaknya, dunia internasional akan menjadikan Trump sebagai  obyek cacian sekaligus musuh bersama. 

Semoga pernyataan Trump hanya bualan kosong. Tidak akan pernah jadi kenyataan. Tak pernah!

Baca Juga: PM Inggris Keir Starmer Akan Bertemu Donald Trump, Bahas Jaminan Keamanan Bagi Ukraina

*KH. Dr. Amidhan Shaberah, Komisioner Komnas HAM 2002-2007/Lembaga Kajian MPR RI 2019-2024. ***

Halaman:

Berita Terkait