Bagaimana Menghadapi Pemimpin Berambisi Tinggi seperti Donald Trump?
- Penulis : M. Ulil Albab
- Sabtu, 25 Januari 2025 09:13 WIB
Belum lagi bila direnungkan bahwa China saat ini telah memiliki aliansi bidang perekonomian yang bisa dibilang cukup mumpuni dalam BRICS (di mana Indonesia juga termasuk di dalamnya).
Selain itu, belajar dari Napoleon, yang menjadi kepala negara Prancis yang dapat dikatakan sebagai negara kuat dan memiliki banyak kendali atas Eropa, terutama setelah berbagai kemenangan militernya, tetapi banyak pemimpin yang menolak dominasi Prancis atau berupaya "bermain secara diam-diam", dalam arti ada yang bergabung dengan Napoleon akibat terpaksa atau karena kecemasan.
Hal ini juga tercermin dalam kondisi perpolitikan era Trump saat ini, di mana lebih banyak pemimpin negara-negara di dunia yang memainkan pernyataan diplomatis tingkat tinggi, dengan tidak menentang atau mengecam secara terang-terangan berbagai kebijakan kontroversial Trump.
Baca Juga: Donald Trump Tegaskan Status Darurat Perbatasan di Selatan, Tetapkan Kartel Narkoba sebagai Teroris
Ambil contoh komentar yang bernada hati-hati dari pemimpin Denmark saat Trump menyatakan ingin mengambil alih Greenland.
Selain itu, sama halnya dengan Napoleon yang awalnya didukung oleh sejumlah negara di Eropa, tetapi pada kenyataannya mereka secara sembunyi-sembunyi melakukan aliansi terselubung, dan saat momentumnya tepat, koalisi yang mereka bangun berhasil membalikkan keadaan dan mengalahkan Prancis. Bukan tidak mungkin kondisi yang sama dapat terjadi dengan Trump.
Dengan kata lain, perlawanan terhadap Napoleon yang merupakan gabungan langkah dari pragmatisme diplomatik serta aliansi yang penuh kehati-hatian yang menunggu momentum yang tepat, juga dapat terjadi kepada Trump dengan ambisinya untuk mewujudkan "masa keemasan AS".
Baca Juga: Presiden Donald Trump: AS Hanya Akui Jenis Kelamin Pria dan Wanita
Pedang bermata dua
Ambisi seperti yang dimiliki Napoleon adalah jelas seperti pedang bermata dua, karena dorongannya untuk meraih kejayaan dan dominasi pada gilirannya kerap membutakannya terhadap realitas dan kompleksitas situasi yang sebenarnya diciptakan sendiri oleh ambisi tersebut.
Napoleon menunjukkan sejumlah sifat yang mengindikasikan narsistik, seperti ambisi yang tiada henti, rasa superioritasnya, dan cara dia sering mengutamakan keinginannya sendiri di atas segalanya dengan mengabaikan perspektif orang lain, sehingga kurang adanya kesadaran dan refleksi diri sendiri. Tragisnya, hal tersebut juga berkontribusi kepada kejatuhannya.
Baca Juga: China Harap Pemerintahan Donald Trump Pilih Kerja Sama, Bukan Konfrontasi
Tentu saja, Prancis pada era Napoleon memiliki kondisi politik yang berbeda dengan Amerika Serikat pada era Trump. Misalnya, Prancis era Napoleon adalah negara dengan kekuatan absolut di mana segala titah Napoleon sebagai Sang Kaisar haruslah dituruti, sedangkan AS pada saat ini memiliki iklim yang lebih demokratis sehingga Trump tidak bisa berbuat semaunya.