Menundukkan Oligarki, Membangun Wibawa Kesetaraan Hukum
- Penulis : M. Ulil Albab
- Kamis, 23 Januari 2025 19:00 WIB
Oleh Abustan*
ORBITINDONESIA.COM - Di tengah gemuruh kebangkitan nelayan, kebersamaan para angkatan negara, pemerintah, LSM, dan seluruh elemen masyarakat yang berempati terhadap kerusakan alam yang diakibatkan pemagaran laut atau yang populer di istilahkan "misteri pemagaran laut". Kini bersatu dan bergotong royong membersihkan pagar penghalang sepanjang sekitar 30,6 KM.
Itulah realitas akhir-akhir ini, yaitu nestapa nelayan yang terkurung pagar laut. Mereka harus berhenti menjalankan aktivitas sehari-hari mencari nafkah demi kelangsungan hidup bersama keluarga. Pemandangan ini, tak dapat diingkari nelayan di pesisir Tangerang kian hidup merana. Kebebasan mereka untuk menjalankan pekerjaannya yaitu menjala ikan terganggu oleh pembangunan pagar dan tanggul laut.
Baca Juga: GMNI Tangerang Minta Pemerintah Bongkar Pagar Bambu di Parairan Laut
Perasaan makin miris dan sensitivitas kita sebagai anak bangsa kian terguncang, ketika hasil penelusuran mengetahui. Ternyata laut tidak hanya dipagari tetapi juga sudah dimiliki. Terbukti muncul surat HGB sekitar 276 pemilik. Maka, kenyataan yang "menabrak" hukum, HAM, dan ketegangan horizontal di masyarakat terus memicu reaksi keras.
Pertanyaannya, mengapa ada modus proyek yang mengatasnamakan negara tetapi justru merugikan rakyat? Mengapa pembangunan yang diangan-angankan untuk mendatangkan kesejahteraan rakyat tetapi malah kezaliman yang dihadirkan?
Mereka yang Terpinggirkan
Baca Juga: Pj Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin Minta Ada Evaluasi tentang Pagar Laut Bekasi
Sejatinya, kita mengetahui bahwa UU dalam perkembangan kehidupan kemasyarakatan, hukum selalu diperlukan untuk mengatur wewenang, serta pelaksanaannya, maupun untuk mengayomi warga masyarakat. Tanpa hukum, penyelenggaraan kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan tidak akan berjalan tertib dan teratur karena perilaku penyelenggara negara dan masyarakat tidak ada yang mengendalikan.
Perilaku tanpa kendali tersebut, mengakibatkan manusia yang satu akan menjadi serigala bagi yang lain, seperti yang diungkapkan Thomas Hobbes (1651): Bahwa dalam masyarakat yang serba kuasa, tidak berlaku aturan main, yang pasti terjadi bahwa siapa yang kuat dialah yang menang.
Namun, dalam konteks Indonesia, keberadaan hukum menjadi keniscayaan yang tidak hanya semata-mata untuk mengatur kehidupan yang lebih baik melainkan juga konsekuensi logis dari negara kita yang menganut paham negara hukum.
Baca Juga: TNI AL Bongkar Pagar Laut di Tangerang, Laksamana Pertama I Made Wira Hady: Selesai Dalam 10 Hari
Oleh sebab itu, mengandung keharusan untuk mampu membangun atau menciptakan tata hukum nasional yang dapat menjadikan fungsi-fungsi hukum dalam masyarakat bangsa kita.